18 Mei 2013

Resensi Surat Dahlan: Mengejar Cita dan Cinta


 
Judul Novel   : Surat Dahlan
Pengarang    : Krishna Pabichara
Penerbit        : Noura Books, Jakarta
Cetakan        : I, Januari 2013
Tebal Buku   : 396 halaman; 14 x 21 cm

“Merantaulah niscaya engkau akan temukan yang kau tinggalkan. Panah juga tak akan mengenai sasaran apabila tidak lepas dari busurnya. Andai matahari itu berhenti dan tetap pada porosnya, orangpun merasa bosan. Apabila engkau  mau merantau maka kau akan mulia bagai emas” ( Imam Syafi’i).
Barangkali syair inilah yang menginspirasi menteri BUMN kita, Dahlan Iskan. Demi memburu mimpinya seorang Dahlan muda berusaha keras menaklukan penyakit paling akut yang selalu mendera jiwa para perantau yakni meninggalkan kampung halaman, berpisah dengan saudara, tetangga, teman sepermainan hingga berbagai ketenangan tanah kelahiran untuk bertolak ke Samarinda, kota kecil di ujung Kalimantan.
Novel yang berjudul Surat Dahlan karya Khrisna Pabichara, merupakan buku kedua dari Trilogi Novel Inspirasi Dahlan Iskan. Jika novel pertama Sepatu Dahlan mengisahkan perjuangan dan pengorbanan hidup seorang Dahlan demi mewujudkan dua mimpinya yaitu sepatu dan sepeda, pada novel yang kedua ini lebih menekankan pada perjalanan hidup Dahlan di masa muda yaitu kegigihannya dalam mengejar cita dan cinta.
Memilih memang bukanlah perkara mudah, selalu terselip ketakutan dan kecemasan yang mengintai setiap waktu. Modal nekat untuk merantau ke Samarinda demi memenuhi janji dan membuat bapaknya tersenyum telah berhasil menaklukan hantu yang paling ia takutkan ketika berada di negri perantauan yaitu  rindu kampung halaman. Meski tinggal di kota yang bersuhu panas dengan sungai-sungai yang disesaki perahu-perahu kayu dan pengangkut batu bara namun baginya di kota ini pula harapan bagaikan bara yang menyala setiap saat.
Adakalanya rasa jenuh atas jejalan teori-teori yang di berikan oleh para dosen meliputinya. Ia merasa teori yang ia dapatkan selama di bangku pendidikan hanyalah teori belaka. Namun, dalam implementasinya kenyataan hidup sangat sering berjauhan dengan teori, seperti halnya teori tentang kebebasan menyatakan pikiran dan pendapat. Akhirnya ia bergabung ke dalam organisasi perkumpulan mahasiswa PII sekedar untuk melarungkan rasa jenuh. Disana ia menemukan rumah keduanya, ladang menjanjikan untuk jelajah batin yang tak terbatas, diskusi tentang filsafat, gonjang-ganjing perpolitikan teramat menyenangkan dan membuat ia merasa lebih hidup.
Aksi turun jalan yang ia lakoni bersama teman-temannya di Tugu Nasional untuk menentang rezim pemerintah yang mulai kacau balau dan carut marut membuatnya harus di uber-uber para tentara kala itu. Mereka  mejadi buronan pemerintah dan Dahlan dianggap nomor satu karena dianggap sebagai dalang dibalik semua itu. Dalam pelariannya itu ia dipertemukan oleh takdir dengan seorang nenek tua yang menyimpan berjuta rahasia dalam hidupnya yaitu nenek Saripa.
Dalam pelariannya ia sempat teringat oleh dua gadis yang mewarnai perjalanan kisah cintanya yaitu Aisha yang selalu setia dengan cintanya dan Maryati yang dengan tekad cintanya berani menyusul ke Samarinda. Belum sempat ia memberi keputusan pada dua gadis yang membuat pikirannya bingung, ternyata di dalam pelariannya Tuhan mempertemukan Dahlan dengan cinta baru dalam hidupnya yaitu perempuan dari Loa Kulu dan Surat Kabar.
Ternyata menulis berita tak semudah yang ia bayangkan. Setelah berita pertama pupus tanpa harapan lagi untuk dimuat, akhirnya berkat modal cinta berita keduapun dimuat langsung pada minggu pertama. Bekerja di Mimbar Masyarakat merupakan serangkaian perjalanan seorang Dahlan dimana disitu ia menemukan cinta barunya yaitu Berita. Berita telah membuat ia bisa melupakan nestapa hatinya pada Aisha sang pujaan hati yang  telah menjadi milik orang lain.
“Dari suara turun ke hati” itulah pepatah yang tepat disematkan dalam perjalanan cinta seorang Dahlan. “Witing tresno jalaran songko kulino”, gadis dari loa kulu ternyata tak bisa dinafikan keberadaannya di hatinya. Kali ini ia tak mau ketinggalan start lagi seperti kisahnya pada Aisha. Kehilangan telah mengajarinya agar lebih gigih. Ia susul Nafsiah ke Tanjung Isuy demi melepas rindu dan mengungkapkan perasaannya. Namun, apalah daya di hadapan sang gadis idaman ia mati kutu, tak ada kata sebagaimana yang sudah ia susun sebelumnya, tubuh kelu dan lidahpun kaku.
Pada tengah malam dengan ditemani kawan lamanya Kadir, akhirnya ia bergegas ke rumah Nafsiah dengan maksud menyuntingnya. Dan inilah saat-saat dimana ia seakan diguyur nikmat dari tuhan dimana lamaran yang ia ajukan disetujui oleh ayah Nafisah. Akhirnya Dahlan tak lajang lagi sekarang sudah ada perempuan yang mewarnai hari-harinya, setia menemaninya dan peduli terhadap dirinya.
Seakan kejutan dari tuhan mengucur tanpa henti, setelah berhasil menyunting sang idaman hati. Kini giliran kelahiran sang buah hati. Tak kalah mengejutkan dari kehadiran sang buah hati, pemindahan jabatan dari Mimbar Masyarakat menjadi kepala biro Tempo di surabaya dan berlanjut hingga menjadi Ketua Satuan Tugas Pelaksana di Jawa Pos-pun direngkuhnya. Dengan semangat dan ketekunan yang tak kenal lelah dan pantang menyerah ia  berhasil menjadi pemenang dalam mengejar cita dan cintanya.
Hemat kata, novel surat dahlan adalah novel yang layak dinikmati oleh setiap kalangan. Secara spesifik mengenai kelemahan buku hampir idak ditemukan. Bahasa yang alur penceritaan disajikan secara renyah. Membaca novel ini membuat kita ingin segera membuka lembar- lembar berikutnya. Jiwa kita akan mendapatkan guyuran motivasi dalam melakoni drama kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar