Masyarakat Islam Baru di Syam ( Syiria )
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Al-Mujtama’at
al-Arabiyah
Dosen pembimbing :
M. Anwar Mas’adi M.A.
Disusun Oleh:
Rifiana Izza Amalia (11310001)
Nail Imtiaz (10310008)
Eka Supraliati (10310043)
S. Syeh Assegaf (10310080)
JURUSAN
BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS
HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS
ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
2013
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Syam adalah satu daerah yang subur yang bersungai, berdanau dan
berudara sedang, tempat lahirnya banyak para ‘Ambiya dan tempat berkembangnya
ajaran – ajaran berbagai agama. Disana telah berkembang berbagai ilmu
pengatahuan dan kemajuan; disana telah berjejak kemajuan dari bangsa – bangsa :
Kaldan, Mesir, Ibrani, Yunani dan Romawi. Karena itu, orang – orang Syam
sendiripun ikut berkecimpung dalam laut ilmu dan samudra kemajuan (Hasjmy, 1990
: 79 – 80).
Sejarah
mencatat bahwa sebelum dikuasai oleh Islam negeri Syam berada dibawah kekuasaan
bangsa Romawi. Kekaisaran Romawi memiliki kekuasaan yang amat luas serta
kekuatan yang hebat. Maka siapa yang menyangka bahwa pasukan Islam yang
jumlahnya jauh lebih sedikit daripada pasukan Romawi mampu mengalahkannya dan
merebut negeri Syam. Seakan tidak mungkin terjadi, namun memang itulah fakta
sejarah.
Setelah
Islam menguasai negeri Syam, sudah bisa dipastikan banyaknya perubahan yang
terjadi. Perubahan tersebut mencakup kondisi soaial, ekonomi, pemerintahan dan
kepercayaan. Oleh karena itu, kami membuat makalah ini untuk mengetahui lebih
jauh, lebih dalam dan lebih detail tentang kondisi masyarakat Syam setelah
berada di bawah kekuasaan umat islam.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai
dengan deskripsi singkat dalam latar belakang di atas, dapat ditegaskan dalam
makalah ini rumusan masalahnya sebagaimana berikut:
1. Negeri Syam
2. Perkembangan masyarakat di Syam
3. Kondisi masyarakat Islam di Syam
1.3
Tujuan
Sesuai
dengan rumusan masalah yang tersebut di atas, maka tujuan dalam makalah ini
adalah :
1.
Mengetahui
gambaran secara umum negeri Syam
2.
Mengetahui
perkembangan masyarakat di Syam
3.
Mengetahui
kondisi masyarakat Islam di Syam
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Negeri Syam
Syam
merupakan nama sebuah daerah di masa lalu yang terbentang dari pantai timur
laut mediterania sampai batas negeri rafidiin, yang mana dewasa ini
daerah tersebut mencakup : Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Israel dan sebagian
wilayah Turki. Syam adalah satu daerah yang subur
yang bersungai, berdanau dan berudara sedang, tempat lahirnya banyak para ‘Ambiya
dan tempat berkembangnya ajaran – ajaran berbagai agama. Disana telah
berkembang berbagai ilmu pengatahuan dan kemajuan; disana telah berjejak
kemajuan dari bangsa – bangsa : Kaldan, Mesir, Ibrani, Yunani dan Romawi.
Karena itu, orang – orang Syam sendiripun ikut berkecimpung dalam laut ilmu dan
samudra kemajuan. Termashurlah di Syam pada masa – masa itu kota – kota Shur,
Anthaqiyah, Shaida, Beirut, Damaskus dan Himash (Hasjmy, 1990 : 79 – 80).
Islam datang menaklukan negeri – negeri Syam dan menyiarkan di
tengah – tengah bangsa itu ajaran – ajarannya dan bahasa Arab Quraisy. Islam
kemudian mengambil tempat agama nasrani dan Yahudi, dan masuklah sebagian besar
orang Syam ke dalam Islam. Untuk mengajar Islam, Khalifah Umar mengirim ke Syam
para ahli ilmu agama ( ulama’), diantaranya yang termashur yaitu Mu’az, Ubadah
dan Abu Darda’. Ketiga mereka inilah sebagai pembangun asas ajaran Islam dan
ilmu pengetahuannya di Syam. Mereka bertiga mengembara ke seluruh penjuru Syam.
Negeri Syam yang pada waktu yang sudah – sudah telah menjadi pusat
ilmu dan kebudayaan, maka dalam masa permulaan Islam kembali kota – kota
menjadi pusat kehidupan akal dan ilmu. Damaskus
merupakan salah satu kota terkenal di Syiria. Damaskus pada zaman sebelum Islam
adalah ibukota Kerajaan Romawi Timur di Syiria. Damaskus merupakan kota lama
yang dibangun kembali dalam zaman daulah Bani Umayah dan dijadikan ibukota
Negara sejak pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan, khalifah pertama Bani
Umayyah.
Di kota Damaskus banyak didirikan gedung – gedung yang indah, yang
bernilai seni, disamping kotanya sendiri dibangun sedemikian rupa teratur dan
indahnya, dengan jalan – jalannya yang lebih merimbun, kanal – kanal yang
bersimpang siur berfungsi sebagai jalan dan pengairan , taman – taman rekreasi
yang menajubkan (Amin, 2009 : 287 – 288
).
2.2 Perkembangan Masyarakat di Syam
2.2.1. Perkembangan Masyarakat Pra Islam di Syam
Jika kita merujuk pada peta perkembangan bahasa asia barat, kita
akan menemukan bahwa Suriah, Palestina, Arab Saudi, dan Irak, saat ini didiami
oleh orang-orang yang berbahasa arab. Jika kemudian kita membaca kembali
sejarah kuno, kita akan ingat bahwa mulai pertengahan millennium keempat
sebelum masehi, orang-orang Babilonia (pada awalnya disebut orang-orang Akadia, sesuai dengan nama ibu kota mereka,
Akkadu di Agade), Assyiria dan berikutnya orang-orang Kaldea menduduki lembah
Tigris-efrat; setelah 2500 SM, orang-orang Amerika dan kana (termasuk
orang-orang Phonesia) menempati wilayah Suriah dan sekitar 1500 SM orang-orang
Aramia tinggal di Suriah sedangkan orang-orang Ibrani mendiami daerah Palestina
(Hitti, 2010:11).
Sekitar pertengahan millennium ketiga sebelum masehi, migrasi
bangsa semit lainnya membawa bangsa Ameria ke daerah bulan sabit subur. Ras-ras
yang melahirkan bangsa Ameria diantaranya Kana (yang mendiami Suriah bagian
barat dan Palestina setelah 2500 SM dan orang pesisir pantai yang dikenal oleh
Yunani dengan sebutan phoenesia. Orang-orang phonesia adalah bangsa pertama
yang menyebarkan system penulisan dengan huruf, yang terdiri atas 33 simbol –
satu penemuan terbesar umat manusia.
Antara 1500 dan 1200 SM
bangsa Ibrani berhasil menemukan jalan ke Suriah bagian selatan, Palestina, dan
bangsa Aramia (orang-orang Suriah) ke sebelah utara, terutama coele Suriah. Di
antara bangsa-bangsa lain, bangsa Ibrani merupakan bangsa pertama yang
memperkenalkan gagasan yang jelas tentang satu tuhan, dan monoteismenya
merupakan cikal bakal keyakinan orang Kristen dan Islam. Sekitar 500 SM bangsa
Nabasia membangun peradaban sebelah utara semenanjung Sinai. Puncak peradaban
mereka, yang dicapai ketika berada dibawah pengaruh Romawi, bisa dilihat dari reruntuhan
ibu kota mereka yang megah, Petra, yang dibangun dari bebatuan (Hitti,
2010:13-14).
Pada abad ketujuh masehi
terjadi migrasi baru dan terakhir dibawah panji islam. Pergerakan migrasi itu
membentuk suatu wilayah yang sangat luas, tidak hanya meliputi kawasan bulan
sabit subur-sebuah kawasan yang berbentuk busur yang terletak antara muara
teluk Persia dan sudut tenggara laut Mediterania namun juga meliputi wilayah
Mesir, Afrika bagian utara, Spanyol, Persia, dan Asia Tengah (Hitti,
2010:13-14).
2.2.2. Proses Masuknya Islam di Syam
Islam masuk ke Suriah pada 633 pada masa Abu Bakar as Siddiq.
Ketika ia mengirim tentara Islam menghadapi bangsa Romawi yang menguasai Suriah
dan Palestian. Tetapi penaklukan Suriah baru sempurna pada 639 pada masa
Khalifah Umar bin Khattab (Azra, 2005:275). Namun kontak dengan masyarakat
Suriah yang dikuasai Romawi bermula sejak Masa Nabi Muahammad SAW. Pertempuran
mu`tah adalah satu-satunya pertempuran dengan suriah yang terajdi pada masa
hidup nabi. (Hitti, 2010:183).
Walaupun dalam pertempuran ini kaum Muslimin belum mampu melakukan
pembalasan yang mereka rasakan kepahitannya, namun pertempuran ini memiliki
dampak yang besar bagi reputasi kaum Muslimin, di mana seluruh bangsa Arab
dibuat tercengang dan heran karenanya. Pasukan Romawi merupakan Negara “super
power” di muka bumi pada saat itu (al-Mubatrakfuri, 2001:582). Perang Mu’tah
ini merupakan permulaan pertempuran berdarah dengan bangsa Romawi dan mukadimah
serta persiapan bagi ekspansi penaklukan terhadap negeri-negeri Romawi dan
pembebasan oleh kaum Muslimin terhadap bumi yang amat jauh tersebut
(al-Mubarakfuri, 2001:583).
Pada masa Khalifah Abu Bakar, beliau mengirim empat panglima
perangnya yang memimpin ribuan tentara Islam menghadapi bangsa Romawi yang tangguh. Pasukan in front Homs
dipimpin oleh Abu Ubaidah bin Jarrah, front Damaskus dipimpin oleh Yazid bin
Abu Sofyan, front Palestina dipimpin oleh Amr bin As, dan front Yordan dipimpin
oleh Syurahbil bin Hasanah. Romawi juga mengorganisasi tentaranya empat tempat (Azra,
2005:275). Takala Umar memangku khalifah, kaum muslimin (berjumlah 24.000)
berada di bawah panglima perang Kahlid bin Walid sedang berperang melawan
pasukan Romawi (lebih dari 200.000 personel). Meletuslah peperangan yang
demikian sengit dimana Allah menggoyangkan pasukan musuh dan kafir (al-Usairy,
2010: 156).
Karena pertahanan Romawi sangat kuat, tentara Islam tidak bisa
berbuat banyak. Maka seluruh tentara Islam dipersatukan di satu front di
Yarmuk. Disinilah terjadilah pertempuran yang terkenal dengan “ Perang Yarmuk”.
Khalid bin walid yang berperang di front Persia dipanggil agar bergabung ke
front Yarmuk. Ia pernah menjadi panglima tertinggi pasukan Islam dalam pertempuran
tersebut. Tetapi kemudian ia diberhentikan Khalifah Umar bin Khattab dan
digantikan Abu Ubaidah bin Jarrah. Kendati demikan, Khallid tetap bertempur
sebagai prajurit biasa. Taktik mempersatukan tentara Islam di satu front
ternyata berhasil melumpuhkan kekuatan Romawi, satu demi satu wilayah
kekuasaanya jatuh ke tangan tentara Islam. (Azra, 2005:275). Berawal dari kota
Damaskus, kemudian disusul kota-kota lain seperti Homs, Hama, Latkia, Haleb (
di utara ), Akka, Jaffa, dan Gaza ( di selatan ).
Didahului oleh perang-perang kecil selam berbulan-bulan, pertemuan
dua pasukan itu mencapai puncaknya pada 20 Agustus 636 M, di suatu siang yang
panas yang berdebu, di daerah yang paling panas di muka bumi, yang cukup
bersahabat dengan pasukan Arab. Semua upaya pasukan Bizantium, dibantu dengan
nyanyia-nyanyi pujian dan do’a para pendeta, untuk menahan gempuran hebat
putra-putra padang pasir tidak membuahkan hasil. Pasukan tentara Bizantium dan
tentara bayaran yang terdiri atas bangsa Aarab dan Armenia yang tidak terbunuh
di medan perang menyelamatkan diri ke tepi sungai yang terjaldan lembah Rukkad;
beberapa orang yang berusaha menyeberang hampir dibantai disisi sebelahnya.
Theodorus sendiri tewas dan pasukan kerajaan berubah menjadi sekumpulan
prajurit yang panic, putus asa dan kocar-kacir. Saat itulah nasib Suriah
berakhir. Salah satu provinsi terbaik untuk selamanya jatuh ke tangan Imperium
Timur. “Selamat berpisah wahai Suriah, sebuah negeri sempurna yang direbut
musuh!” demikian kata perpisahan yang diucapkan oleh Heraklius (Hitti,
2010:190-191).
Ketika kaum muslim mengalahkan Byzantium di medan perang, orang Byzantium
meninggalkan wilayah sabit subur untuk penduduk aslinya. Setelah mendengar
tentang kaum muslim dan sikap mereka terhadap agama Kristen, uslup agung
Yerusalem menolak menyerahkan kunci kota kecuali kepada khalifah secara
pribadi. Umar pergi ke Yerusalem dan, setelah bersepakat dengan uskup agung,
menandatangani perjanjian berikut ini yang menjadi typos dari toleransi dan
kehendak baik kaum muslim pada tingkat agama, sosial maupun budaya.
“Dengan nama Allah, yang
maha pengasih lagi maha penyayang. Piagam ini diberikan oleh Umar, hamba Allah
dan pemimpin kaum mukmin, kepada masayarakat aelia. Dia menjamin keamanan dan
harta mereka , gereja dan salib mereka, yang kecil maupun yang besar, dan
penganut agama Kristen. Gereja mereka tak akan dirampas, tak akan dihancurkan,
begitu pula masyarakat atau wilayah mereka. Salib mereka atau harta mereka
tidak akan dikurangi dengan cara apa pun. Mereka tidak akan dipaksa dalam
kaitannya dengan agama mereka, dan mereka tidak akan dirugikan. Orang yahudi
juga tak akan diizinkan tinggal bersama mereka di aelia. Orang aelia
berkewajiban membayar jizyah, seperti orang mada`in (Persia), dan juga mengusir
dari tengah mereka tentara Byzantium dan para pencuri, bila diantara mereka ada
yang meninggalkan aelia, maka ia dan hartanya akan dilindungi, sampai dia tiba
di tujuan. Barang siapa memutuskan untuk tinggal di aelia maka akan diberikan
jaminan yang sama dan sama-sama mempunyai hak dan kewajiban membayar jizyah
seperti orang Aelia. Hal serupa berlaku bagi orang aelia maupun orang lain.
Siapa saja dapat pergi bersama orang Byzantium tinggal di aelia atau kembali ke
negerinya. Allah menjadi saksi atas isi perjanjian ini dan begitu pula nabiNya,
para penerus nabi dan orang beriman.”
Ditandatangani
:`Umar bin Al-khattab dan disaksikan oleh : Khalid bin al Walid, Amru bin As,
Abdurahman bin Auf dan Mu`awwiyah bin Abu Sufyan (al-Faruqi, 1998: ).
2.3
Kondisi Masyarakat Islam di Syam
Proses
Islamisasi di Suriah sejak penaklukan sampai berabad abad kemudian, bahkan
sampai sekarang berjalan lamban. Tetapi sekarang negeri ini berpenduduk
mayoritas muslim. Proses ini mulai terorganisasi setelah Khalifah Umar
mengangkat Abu Ubaidah bin Jarrah menjadi gurbernur Damaskus. Di kota ini ia
membangun sebuah masjid di sebuah rumah pemujaan bangsa Yunani yang diubah kaum
Nasrani menjadi gereja. Pada waktu itu sebagian dari bangunan itu untuk gereja
dan sebagian lagi untuk masjid. Masjid ini kemudian terkenal sebagai Masjid
Umayah sejak Khalifah al Walid bin Abdul Malik ( 705 – 715 ) (Azra, 2005 : 275).
Untuk keperluan pembangunannya, Khalifah al Walid mendatangkan 12.000 orang
tukang ahli Romawi, kecuali bangunannya sendiri memiliki nilai seni yang luar
biasa, juga pilar – pilar dan dinding – dindingnya diukir dengan ukiran yang
indah dan ditaburi dengan aneka batu yang bernilai tinggi. Masjid yang
panjangnya 300 meter dan lebar 200 meter, dibangun di atas 68 pilar yang kokoh
dengan biaya 11.200.000 dinar (Amin, 2009 : 287 – 288 ).
Kehadiran tentara Islam diterima mayoritas umat Kristen. Secara
berangsur–angsur Islam menggantikan posisi Kristen. Proses ini disebabkan oleh:
1.
Penduduk
Suriah menganggap tentara arab muslim bukan orang asing, melainkan sama dengan
mereka, karena sama – sama berasal dari ras
semit.
2.
Kemenangan
tentara Islam atas bangsa Romawi tidak diikuti pembunuhan dan penindasan
terhadap penduduk, tetapi menerapkan prinsip ajaran Islam. Yakni menetima
perdamaian seperti yang diminta penduduk Damaskus dan penguasa Yerusalem,
menjamin kebebasan beragama, persamaan hak dalam kehidupan social dan politik.
3.
Penduduk
Suriah tidak menerima agama Kristen secara sempurna. Diantara tentara Islam
banyak fakih, ulama dan guru, yang setelah perang usai terjun berdakwah serta
berbaur dengan penduduk setempat (Azra, 2005 : 75).
Ketika umat muslim
menginjakkan kaki di daerah Syam, maka hal yang pertama kali harus dilakukan
menurut mereka adalah memberikan rasa aman terhadap jiwa dan harta, baik untuk
kaum muslim sendiri maupun penduduk asli. Hal ini dilakukan supaya mereka tidak
lagi hidup dalam ketakutan dan kerisaun. Para muslim juga tidak memaksakan
apapun kepada siapapun, termasuk kepada
orang-orang Romawi. Mereka diperbolehkan untuk tetap tinggal di Syam dengan mendapatkan
perlindungan selayaknya atau keluar dari negeri Syam dengan bebas. Toleransi
yang tumbuh dan berkembang di wilayah ini sangat bagus dan belum pernah terjadi
pada masa sebelumnya.
كانت الأنفس و الأموال إذن في عرف المسلمين آمنة
... الأموال كلها مدنية تتصل بالارض و المنازل, و دينية تتصل بالكنائس و الصلبان.
و الأنفس كلها ضعيفها و قويها سقيمها و بريئها و سائر ملتها, فلهذه الأنفس جميعا
مكانها قي المجتمع الجديد لا يضطهد ضعيفها ولا يهمل مريضها ولا تنسى فيه حقوق ولا
وجائب: "و أعطاهم أمنا لأنفسهم و أموالهم و لكنائسهم و صلبانهم و سقيمها و
بريئها و سائر ملتها" (Faishol,
1973: 61)
Keamanan
yang dijanjikan untuk penduduk Syam dapat pula dilihat dari perjanjian yang
dilakukan dengan Khalid bin Walid. Perjanjian itu berbunyi “Dengan nama Allah
yang maha pengasih dan penyayang. Berikut ini beberapa jaminan dari Khalid bin
walid kepada semua penduduk damaskus jika ia masuk ke kota: ia berjanji akan
menjamin keamanan hidup , harta benda , dan gereja mereka. Dinding kota tidak
akan dihancurkan , pasukan islam juga tidak akan memasuki rumah-rumah mereka.
Kemudian kami akan memberi mereka janji Allah dan perlindungan Nabi-Nya,
khalifah dan semua orang beriman. Selama mereka berkenan membayar pajak , tidak
akan ada yang menimpa mereka kecuali kebaikan” (Hitti, 2010 :188-189).
Karena
jumlah orang – orang Arab asli Syiria jauh lebih besar daripada saudara –
saudaranya, para penakluk muslim, situasinya benar – benar gawat dan memerlukan
tindakan yang sangat bijaksana untuk menanggulanginya. Justru karena alasan
inilah Umar dating ke Syiria untuk mengambil keputusan, menghimbau dan membantu
mencari pemecahannya. Ancaman serangan balik dari Byzantium ( tuntutan agar )
orang – orang Arab di Syiria, sedapat – dapatnya, harus bedara di posisi kuat
dan stabil, dan ketidak rukunan yang bagaimanapun juga hanya akan menimbulkan
malapetaka terhadap semua pihak yang bersangkutan.
Di
pihak lain, jumlah orang yang meninggalkan Syiria ternyata begitu besar
sehingga perlu diadakan pengaturan untuk pemukiman kembali penduduk di kota –
kota praktis telah dikosongkan dibanyak tanah telah berubah jadi padang pasir,
hanya sekedar untuk menghidupkan kembali perdagangan dan pengolahan kembali
tanah – tanah tersebut. Aturan terakhir yang dilaksanakan oleh Umar adalah
membagi – bagikan kembali rumah – rumah dan tanah – tanah yang ada kepada semua
orang Arab muslim, baik yang asli maupun yang penakluk.
Provinsi
itu dibagi menjadi 4 wilayah ( distrik ) militer yang masing – masing disebut jund,
atau tentara sesuai dengan provinsi
– provinsi Byzantium sebelum penaklukan. Distrik – distrik militer ini adalah
Hims, Damaskus, Yordan dan Palestina. Anggota – anggota suku yang bersangkutan,
dalam jumlah yang tepat, ditempatkan disetiap distrik militer ini. Mereka
diperbolehkan ikut serta secara wajar dalam kehidupan ekonomi didistriknya
masing – masing tetapi pada saat yang sama dibebani tanggung jawab untuk
mempertahankan wilayah atau distriknya dan seluruh wilayah provinsi ( Shaban,
1993 : 58 – 59 ).
Kemajuan
sistem pemerintaan ini didukung dengan sistem perekonomian yang maju pula. Mengenai penataan
keuangan di syiria, sistem yang diterapkan oleh orang – orang Arab itu sama
sederhananya dengan penataan pemukiman penduduknya dan juga sejalan dengannya.
Orang – orang Muslim diwajibkan membayar ‘usyur atau pajak atas tanah
yang mereka garap. Orang – orang bukan muslim tetap diwajibkan membayar pajak –
pajak mereka sesuai dengan system perpajakan Byzantium, dan untuk mendukung
tujuan ini banyak diantara mantan petugas – petugas pajak diangkat menjadi
penanggung jawab – penanggung jawab pajak yang baru. Walaupun kita tidak yakin
mengenai beberapa hal dalam system perpajakan Byzantium di Syiria itu, yang
jelas ada dualisme pajak tanah dan pajak
kepala pada tataran wajib pajak, walaupun dengan beberapa syarat, di kalangan
sebagian besar penduduk petani, sementara di pihak lain, ada sistem pungutan (sumbangan
) lain yang diperlukan di seluruh kota Syira.
والصلات المالية التي كانت بين المسلمين و بين
السكان الأصليين تمتاز. فيما تطلعنا عليه عهود الصلح, بشيئين اثنين : الباسطة من
نحو, و اليسر من نحو آخر. و قد تحددت بهذه الجزية, التي كانت تعبر بتفردها عن
الباسطة, و بأسلوبها في الأداء عن اليسر. فلم تكن في مرة من المرات قاسية ثقيلة,
ولم تكن ضربية جامدة صلدة, و إنما كانت في نوعها و في قدرها, و في أسلوب جبايتها و
في تحديد المكلفين بها, ضريبة مرنة شديدة المرونة. (Faishol, 1973: 63)
Dari kalangan para petani Arab dipungut satu dinar
dan satu jarib (kantong) terigu
setiap kepala, yang boleh jadi disesuaikan dengan luas tanah yang mereka garap.
Dari penduduk bukan muslim diperkotaan mereka terus mengumpulkan apa yang
disebut jizyah, atau pajak kepala ( sebagai jaminan atas perlindungan
keamanan mereka di negeri muslim ). Taripnya sama, yaitu dua sampai empat dinar
sesuai dengan kekayaan wajib pajak, dan pembebasan atas pajak tersebut juga
dengan mudah dapat diperoleh (Shaban, 1993:61).
Pada
tahap pertama ini tampaknya system pembagian gaji kepada orang-orang Arab belum
dilembagakan, walaupun boleh jadi para pemimpinnya mendapatkan gaji sebesar 200
dinar setiap tahun. Seperti biasanya, di luar biaya-biaya pemerintahan yang
tidak begitu besar, perimbangan perolehan dari pajak – pajak itu digunakan
untuk membangun benteng – benteng di pantai, dan di samping itu semua untuk
membiayai angkatan laut arab. Hasil pertanian yang terkumpul boleh jadi hanya
dibagikan dikalangan orang – orang Arab yang menetap di kota – kota dan yang
diberi tanah bukan pertanian. Orang – orang yang menetap di wilayah pedesaan
harus puas dengan hasil usaha (
pertanian ) mereka sendiri. Salah satu hal terakhir yang menarik mengenai
kebijakn keuangan ini adalah bahwa Syiria, kecuali harta rampasan (ganimah),tidak
mengirimkan apa pun dari penghasilan propinsinya (Shaban, 1993: 62).
Negeri Syam memang
telah dikuasai oleh umat Islam. Sehingga agama Islam mulai berkembang dan
bertambah pula pemeluknya. Kendati demikian, Islam juga mengayomi kaum Nasrani
yang pada situasi ini mereka ditempatkan pada posisi yang disayangi dan
dilindungi. Dalam berdakwah, umat Islam sama sekali tidak memaksa penduduk
setempat untuk mengikuti ajarannya. Mereka bebas untuk memeluk agama mereka
masing-masing sesuai dengan kepercayaan yang mereka anut dimana hal ini tidak
terjadi ketika Syam belum dikuasai oleh Islam. Mereka juga akan mendapatkan
perlindungan dan keamanan yang sepadan terhadap kehidupan agama mereka.
و نحن حين تبدو لأعيننا هذه الحرية الدينية حقا
طبيعيا في هذه الفترة المتأخرة من الزمن, و نرى, رغم ذلك, كيف يحال بين كثرة من
الشعوب و الأمم و بين هذا الحق نستطيع أن نتبين أي مدى بعيد حققه الأسلام في هذا
المجال حين كان يضع أسس المجتمع الجديد في الشام, و ستظل كثير من النظم الحاضرة
قاصرة أن تبلغ هذا المتطلق الواسع. . و يبدو كأن الإنسنية لا تزال حتى اليوم تحاول
أن تدور في هذا الفلك قبل أن يحتويها و ينطوي عليها و قبل أن تصبح جزءا منه (Faishol, 1973: 64).
Di
bawah islam, orang Kristen hidup damai dan makmur selama berabad-abad, yang
selama mana Negara islam menyaksikan para sultan dan khalifah yang shaleh
maupun tiranis. Seandainya sentiment islam berusaha untuk menyingkirkan
keberadaan Kristen di Negara islam, tentu ini dapat dilakukan tanpa protes.
Namun penghormatan dan pengakuan bahwa yesus adalah nabi Allah dan injilnya
adalah wahyu yang melindungi keberadaan itu (al-faruqi, 1998:228).
Tidak
hanya itu, setelah kedatangan Islam mulai bermunculan kerajaan – kerajaan Islam
di Syam diantaranya :
Bani Hamdan
Saif ed Daulah, Abul Hasan Ali 333 H – 944 M
Saad Daulah ibn Hamdan 356 H – 967 M
Abul Fadail ibn Saad ed Daulah 381 H – 991 M
Abul Hasan Ali II 293
– 394 H, 900 M – 1003 M
Bani Mirdas di Halab
Saleh ibn Mirdas 414 H
Syiblud ed Daulah Abu Kamil Nasar 420 H
Daulat Fatimiyah 429 H
Muiz ud Daulah Abu Alwan Taml ibn Saleh 434 H
Daulat Fatimiyah 449 H
Rasyid ud Daulah Mahmud ibn Syibl ud
Daulah 452 H
Muiz ud Daulah ( yang kedua kali ) 453 H
Abu Zuabah atiyah ibn Saleh 454 H
Rasyid ud Daulah ( yang kedua kali ) 454 H
Jalal ud Daulah Nasar ibn Rasyid ud
Daulah 468 H
Abdul Fadhil Sabik ibn Rasyid ud Daulah 468
– 482 H
Bani Saljuk di Syam
Tatasy ibn Alp – Arslan 478
H
Ridwan ibn Tatasy 488 H
Tafak ibn Tatasy di Damsyik 507 H
Alp – Arslan Akhras ibn Ridwan 507 H
Sultan Syah ibn Ridwan 508 –
511 H
Atta – Bek Damsyik
Saif el Islam Zahruddin Tagtakin 497 H
Taj al Muluk Buri 522 H
Syam al Muluk Ismail 526 H
Syihabuddin Mahmud 529
H
Jamaluddin Muhammad 533 H
Mujiruddin Abek 534 – 549 H
Atta – Bek Syam ( Ramlah Nuriyah )
Mahmud Nuruddin ibn Imaduddin Zanki al
Malik Saleh Ismail ibn Mahmud
Bani Ayub ( Belahan Salahuddin ) di Homs
Al – Malik Muhammad 574 H – 1178 M
Al – Malik el Mujahid 581 H – 1185 M
Al – Mallik Ibrahim al Mansu 637 H – 1239 M
Al – Malik el Asyraf Muzafaruddin Musa 601 – 644 H, 1245 – 1262 M
( Raja inilah yang dipanggil pulang ke
Mesir oleh puteri Syajaratud Durr buat menggantikan al Malikus Saleh Najamuddin
Ayub, ketika dia telah mangkat dan terus memimpin tentara Mesir melawan kaum
Salib )
Bani Ayub di Homat
Al – Malik Umar Al – Muzaffar I Takiuddin
574 H – 1178 M
Al – Malik Masu I 578 H – 1191 M
Al – Malik Arslan An Nasir 617 H –
1220 M
Al – Malik Al – Muzaffar II 626 H –
1229 M
Al – Malik Mahmus II al Mansur 642 H – 1244 M
Al – Malik Muhammad al Muzaffar III 683 – 689 H, 1284 – 1298 M
Al – Malik Ismail Abul Abul Fidaa al
Muayyad 715 H – 1310 M
al – Malik al Afdal 733
– 742 H, 1332 – 1341 M
Bani Ayub di Damsyik
Al – Malik al Afdal Nuruddin Ali 582 H – 1186 M
Al – Malik Abubakar Saifuddin 592 H – 1196 M
Al – Malik al Muazzam Syarifuddin 615 H – 1218 M
Al – Malik Nasiruddin 624
H – 1227 M
Al – Malik Musa al Asyraf 626 H –
1128 M
Al – Malik Ismail al Saleh 635 H
– 1137 M
Al – Kamil, al Adil, as Saleh, al
Muzaffar 635 – 645 H,
1237 – 1249 M
( Raja – raja Ayubiyin dari Mesir dating
menguasai Damsyik berganti – ganti )
Al – Malik en Nasir Salahuddin Yusuf
Raja Bani Ayub dari Halab
648
– 658 H, 1250 – 1260 M
Al – Malik Zahiruddin Gazi 582 H –
1186 M
Al – Malik Azizuddin Muhammad 613 H – 1216 M
Al – Malik Nasiruddin Yusuf 634 – 685
H, 1236 – 1260 M ( Hamka, 1981 :
230 – 233 ).
BAB
III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Syam merupakan nama
sebuah daerah di masa lalu yang terbentang dari pantai timur laut mediterania
sampai batas negeri rafidiin, yang mana dewasa ini daerah tersebut
mencakup : Suriah, Libanon, Yordania, Palestina, Israel dan sebagian wilayah
Turki. Syam adalah satu daerah yang subur yang bersungai, berdanau dan
berudara sedang, tempat lahirnya banyak para ‘Ambiya dan tempat berkembangnya
ajaran – ajaran berbagai agama. Disana telah berkembang berbagai ilmu
pengatahuan dan kemajuan; disana telah berjejak kemajuan dari bangsa – bangsa :
Kaldan, Mesir, Ibrani, Yunani dan Romawi. Karena itu, orang – orang Syam
sendiripun ikut berkecimpung dalam laut ilmu dan samudra kemajuan.
Islam
masuk ke Suriah pada 633 pada masa Abu Bakar as Siddiq. Ketika ia mengirim
tentara Islam menghadapi bangsa Romawi yang menguasai Suriah dan Palestian. Namun
kontak dengan masyarakat Syam berawal pada masa Nabi Muhammad SAW, tepatnya
ketika peristiwa perang Mu’tah. Akhirnya penaklukan Syam baru sempurna pada tahun
639, pada masa Khalifah Umar bin Khattab.
Ketika
umat Islam telah menguasai wilayah Syam, banyak sekali perubahan yang terjadi
dalam system social maupun kegamaan. Penduduk Syam hidup dalam lingkungan yang
aman, baik dari harta maupun nyawa, serta adanya toleransi yang sangat bagus.
Para penduduk juga bebas memilih agama mereka. Kaum Nasrani yang tetap tinggal
di Syam juga diayomi dan dilindungi layaknya umat Islam. Selain itu, untuk
memajukan perekonomian di negeri tersebut, pemerintah menetapkan pembayaran
jizyah (pajak) dengan syarat yang mudah diterima oleh penduduk setempat.
DAFTAR PUSTAKA
· Al – Faruqi, Ismail R dan Lois Lamya Al-Faruqi. 1998. Atlas
Budaya Islam. Bandung: Mizan
· Al – Mubarakfuri, Syaikh Shafiyyurrahman. 2001. Perjalanan Hidup
Rasul Yang Agung Muhammad saw. Jakarta :PT Mulia Saran Press
· Al – Usairy, Ahmad.2010.Sejarah Islam ( Sejak Zaman Nabi Adam
Hingga Abad XX).Jakarta : Akbar Media
· Amin, Samsul Munir. 2009. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta :
Amzah
· Azra,Azyumardi. 2005. Ensiklopedi Islam,jilid 6. Jakarta :
PT Ichtiar Baru Van Hoeve
· Faishol, Syukri. 1973. Al-Mujtama’at al-Al-Islamiyah.
· Hamka.1981.Sejarah Umat Islam II. Jakarta : NV Bulan Bintang
· Hasjmy,A.1990.Sejarah Kebudayaan Islam. Jakarta : PT Bulan
Bintang
· Hitti,Philip.K.2010. History of The Arabs.Jakarta : Serambi
· Shaban,M.A.1993.Sejarah Islam ( Penafsiran Baru ).Jakarta :
Citra Niaga Rajawali Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar