BARU DI JAZIRAH ARAB
Makalah ini
ditulis sebagai tugas mata kuliah Dirosah
Al-Mujtama’at al-Araby I
Pembimbing :
M. Anwar Mas’adi, MA.
Oleh :
Iswatul Hasanah (10310049)
Noor Hidayah (10310037)
Mughni
Khairuddin (10310012)
Arif Rahman Hakim (10310044)
JURUSAN BAHASA
DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS
HUMANIORA DAN BUDAYA
UIN MAULANA
MALIK IBRAHIM MALANG
2013
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Dalam dunia Arab, sastra
merupakan kekayaan yang sangat berperan dalam kemajuan sebuah peradaban. Sastra
memilki peran yang sangat urgen dalam segala masa. Ia mampu memberi
pengaruh yang cukup signifikan pada jiwa-jiwa yang mendengar, menyaksikan,
ataupun membacanya. Seperti halnya syiir yang digubah para penyair mampu
mengangkat derajat dan martabat seseorang ataupun kekhalifahan atau justru malah
menjatuhkannya.
Sastra bagi bangsa Arab dipandang sebagai
kelebihan yang mereka puja-puja, bangga-banggakan sebagai tradisi leluhur yang
tak ada satu bangsapun yang mampu menandinginya. Akan tetapi dengan turunnya al-Qur’an
sebagai tanda awal mulanya agama Islam, sastra bangsa Arab mengalami gangguan
mental dan terpaksa harus merendahkan diri karena tertandingi oleh wahyu ilahiah
yakni al-Qur’an yang tingkat kesusastraannya lebih agung dan lebih tinggi dari
pada sastra mereka.
Setelah turunnya al-Qur’an sastra mengalami beberapa pergeseran perubahan dari zaman sebelumnya
yakni Jahiliyyah. Karena pada masa ini sastra banyak dipengaruhi oleh al-Qur’an dan hadis. Selain itu kondisi masyarakat yang melingkupi perkembangan sastra itu
sendiri juga tak bisa dinafikan terhadap tumbuh kembang dan peran sastra itu
sendiri. Berikut akan kami bahas interaksi dan percampuran sastra pada
masyarakat Islam baru di jazirah Arab.
1.2
Rumusan Masalah
Sesuai dengan deskripsi singkat dalam latar belakang
di atas, dapat ditegaskan dalam makalah ini rumusan masalahnya sebagaimana
berikut:
1. Apa definisi sastra?
2.
Baimana interaksi dan percampuran sastra pada
masyarkat Islam baru di jazirah Arab?
3.
Apa faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan satra pada
masyarakat Islam baru di jazirah Arab?
1.3 Tujuan Masalah
Sesuai
dengan rumusan masalah yang tersebut di atas, maka tujuan dalam makalah ini
adalah :
1.
Untuk
mengetahui definisi sastra
2.
Untuk
mengetahui interaksi dan percampuran sastra pada masyarakat Islam baru di jazirah Arab
3.
Untuk
mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan satra pada
masyarakat Islam baru di jazirah Arab
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Sastra
Terkait dengan sastra terdapat banyak pengertian tentang
sastra sehingga sampai sekarang belum ada seorangpun yang berhasil memberi
pengertian yang tepat dan paling hakiki tentang sastra. Professor A. Teeuw
seorang tokoh kesusastraan mengemukakan bahwasanya sastra adalah ilmu yang
menunjukan keistimewaan, barangkali juga keanehan yang tidak dapat kita lihat
pada ilmu pengetahuan lain (Teeuw, 1984:21).
Dalam bahasa-bahasa Barat istilah sastra disebut literature (Inggris),
literatur (Jerman), literature (Perancis), semuanya berasal dari
bahasa latin litteratura. kata Litteratura terjemahan dari kata
Yunani grammatika. Litteratura dan grammatika masing-masing
berdasarkan kata littera dan gramma yang berarti ‘huruf’
(tulisan, letter). Menurut asalnya litteratuta dipakai untuk tatabahasa
dan puisi, seorang litteratus adalah orang yang tahu tatabahasa dan puisi,
dalam bahasa Perancis masih memakai kata letter, Belanda geletter;
orang yang berperadaban dengan kemahiran khusus di bidang sastra (Wildana
Margadinata dan Laily Fitriani, 2008:2).
Sedangkan dalam bahasa Arab, kata yang
paling dekat dengan sastra adalah adab. Adab
merupakan kata yang artinya berkembang sejalan dengan perkembangan kehidupan
bangsa Arab dari fase badui menuju fase yang berperadaban. Adab mempunyai
arti bermaca-macam sesuai dengan masanya ketika kata itu dipergunakan. Pada zaman Jahiliyyah kata Adab berarti
"الدعوة إلى الطعام" (mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan). Kemudian dengan berjalannya waktu
kata adab dipakai sebagai kata yang mencakup pendidikan baik lisan atau
budi pekerti (akhlak). Pada zaman Umayyah, kata Adab mempunyai arti
at-Ta'lim (pengajaran), sehingga dari kata itu lahir kata turunan al-Mu'addibun
yaitu sebutan bagi orang-orang yang masa itu bertugas memberikan pelajaran
tentang puisi, khutbah, sejarah orang-orang Arab, mulai dari keturunan mereka sampai pada
peristiwa-peristiwa yang mereka alami di zaman Jahiliyyah dan zaman permulaan Islam
kepada putera-putera khalifah. Sementara pada zaman Abbasiyyah yang terkenal
dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan, kata adab mempunyai arti
at-Tahdzibu wa at-Ta'liimu ma'an (pendidikan sekaligus pengajaran), atau
berarti semua ilmu pengetahuan yang dihasilkan umat manusia dan juga tata cara
yang perlu diikuti dalam suatu disiplin tertentu (Helmi, 2010:5)
Dalam catatan Juzif al-hasyim beberapa definisi modern tentang
sastra adalah sebagai berikut :
الأدب صياغة فنية لتجربة بشرية
“Sastra adalah ungkapan puitis tentang berbagai pengalaman manusia”
الأدب تعبير عن الحياة وسيلته اللغة
“Sastra adalah
ungkapan tentang kehidupan dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya”
الأدب من مولدات الفكر البشري المعبر عنها بأسلوب فنى جميل
“Sastra adalah
hasil pemikiran manusia yang diungkapkan dengan ungkapan yang mengandung seni
dan keindahan”
الأدب فن التعبير الجميل
“Sastra adalah seni ungkapan yang indah”
Dari berbagai definisi yang telah disebutkan semuanya sepakat pada
kesimpulan bahwa pengertian sastra yang telah disepakati adalah seni ungkapan kata
yang indah (Wildana dalam Hasyim, 2008: 14) .
2.2 Interaksi dan Pencampuran Sastra pada Masyarakat Islam
Baru di Jazirah Arab
2.2.1. Sastra
pada Masa Jahiliyyah
Kehidupan masyarakat Arab
pra-Islam atau masyarakat zaman Jahiliyyah dapat dilihat dalam karya sastra
yang merupakan produk zaman itu, karena sastra Arab Jahiliyyah adalah cerminan
langsung bagi keseluruhan kehidupan bangsa Arab zaman Jahiliyyah tersebut, dari
hal-hal yang bersifat pribadi sampai persoalan masyarakat umum. Dalam wacana
kesusastraan Arab ini tergambar jelas kehidupan kemah, alam sekitar,
masyarakat, budaya, dan peradaban, baik yang masih murni maupun yang telah
dipengaruhi oleh bangsa asing, seperti Persia, Yunani, India, dan Romawi.
Pada umumnya kesusastraan Arab
Jahiliyyah mendeskripsikan keadaan hidup masyarakat dikala itu, keberadaan
kemah, mengenang puing-puing masa lalu yang telah hancur, hewan sebagai
kendaraan tunggangan, kehidupan mewah para bangsawan agar dengan begitu para
pujangga mendapatkan imbalan materi dan pujian tertentu, alam sekitar,
keberanian seseorang atau sekelompok kabilah, atau kecantikan seorang wanita
pujaan (Helmi,2010:34-35)
2.2.2 Sastra pada Masa Shadrul Islam
Shadrul Islam meliputi periode Nabi maupun periode
kekhalifahan Rasyidun dan Umawi. Wilayahnya meliputi Arabia, wilayah Asia Barat
serta Afrika Utara yang dijadikan bagian dari negara Islam. Meski mengalami Islamisasi,
wilayah ini tetap mengalami Arabisasi oleh karena itu penduduk aslinya hampir
tak menyumbang kontribusi apapun dibidang sastra. Sastra secara eksklusif
dihasilkan oleh orang Arab jazirah baik di dalam jazirah maupun setelah berimigrasi
dan mulai tertancap kuat di daerah- daerah yang mengalami Islamisasi ( Ismail
al Faruqi, 1998: 379).
Turunnya al-Quran dalam sejarah menimbulkan
dampak yang luas. salah satu contoh sempurna keagungan bentuk dan isi al-Qur’an yang melahirkan pengaruh agung yakni
bila pembacanya berbahasa Arab, maka kebanyakan pengIslaman terjadi begitu al-Qur’an
dibacakan. Kesadaran sastra mereka yang di disiplinkan dan di persiapkan selama
berabad-abad seakan bernilai rendah begitu disandingkan dengan sastra al-Qur’an. Wahyu ilahiyah yang mereka baca maupun yang
mereka dengar menguasai jiwa, pikiran dan hati serta kehendak mereka.
Keterpesonaan mereka akan ketinggian sastra al-Quran membuat mereka merendah diri dan untuk sementara menghentikan
produktivitas sastra, sementara sebagian tak menciptakan syair lagi
dan memilih al-Qur’an selamanya. Tentu saja, pengalaman agung ini
mempesona mereka. Mereka menganggap begitu tinggi diri mereka karena keunggulan
sastranya. Kini datang kepada mereka sesuatu yang mengungguli mereka dalam
bidang itu, dan membuat mereka tertinggal tak berdaya. Al-Qur’an benar-benar
menghancurkan kesombongan mereka. Syair sastra yang paling jeniuspun melemah di
hadapan keperkasaan al-Qur’an.
Ismail al-Faruqi mengatakan dalam bukunya Atlas Budaya Islam
(1998:377) bahwa di sepanjang dunia muslim maupun sejarah muslim, al-Quran
menjadi sastra paling ideal yang tak tertandingi.
Sebelum zaman kolonialisme, ketika kekuatan asing memaksakan penggantian
tulisan Arab dengan tulisan latin dan mulai mempengaruhi selera masyarakat muslim, mula-mula melalui sistem pendidikan Barat dan kemudian melalui media
massa terbaratkan, hampir semua sastra karya muslim merefleksikan karakteristik
tradisional al-Qur’an.
Kelahiran Islam di tanah Arab membawa pengaruh besar terhadap
corak kesusastraan Arab, diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Penghapusan sebagian corak kesusastraan Arab Jahiliyyah
2. Menciptakan suatu corak baru yang sesuai dengan Islam
3. Mengembangkan sebagian corak lama yang sesuai dengan Islam
Adapun yang dihapuskan oleh Islam seperti puisi yang berupa mantra yang digunakan oleh dukun. Dan corak baru
yang diciptakan oleh Islam ialah timbulnya macam-macam cabang tata peraturan
dan undang-undang baik dalam syari’at Islam maupun dibidang bahasa itu sendiri,
seperti, timbulnya ilmu balaghah, nahwu, ilmu ‘arud dan lain-lain.
Sedangkan corak lama yang dikembangkan oleh Islam
adalah bidang puisi dan khutbah, karena dua macam corak ini sangat besar
jasanya dalam membantu meluaskan penyiaran dakwah Islam kepada seluruh bangsa Arab
karena bangsa Arab sangat gemar terhadap dua bidang ini.
Dari sudut pandang estetika sastra, sastra
pada masa shadrul Islam melanjutkan tradisi lama (prosa Arab misalnya) seraya meletakkan dasar bagi gaya Islam baru yakni sebagai
berikut:
1. Keringkasan atau pemantapan makna dalam sedikit mungkin kata. Terlalu
sedikit kata akan membuat ungkapan menjadi kabur, terlalu banyak kata akan
membuat ungkapan menjadi terlalu rinci atau berlebihan.
2. Kesederhanaan, tidak terlalu panjang dan bertele-tele.
3. Talmih, yaitu penunjukan pada makna yang dimaksud tanpa memberikan ungkapan
tersurat sehingga memancing pikiran dan mendorong imajinasi untuk menangkap
makna yang seakan terselubung.
4. Jazalah, yaitu rangkaian solid gagasan dan kata seraya melestarikan ucapan indah
dan suara merdu. Jazalah memberikan banyak peluang untuk kreativitas
pengembangan sastra, dan pengutipan langsung dari al-Quran dan hadis.
2.2.3. Sastra pada Masa Umayyah
Wildana (2008:224), dalam bukunya
menyebutkan bahwa masa Umayyah dimulai pada tahun 41 H/ 661 M- 132 H/ 749 H.
Dinamakan dengan Umayyah karena masa ini dinisbatkan pada bani Umayyah, yaitu
Bani Quraisy. Mereka dapat menduduki tahta
setelah wafatnya khalifah Ali ibn Abi Thalib.
Pada masa Umayyah terdapat beberapa aspek yang menjadi petunjuk terhadap
perkembangan kebudayaan literer secara umum, di antaranya pidato,
korespondensi, dan puisi. Ketiga aspek ini merupakan bagian dari jenis sastra yang berkembang saat itu. Sastra Arab
secara umum terbagi dua jenis, yaitu prosa dan puisi. (Hitti, 2010:312)
Pidato di depan publik dalam berbagai bentuknya telah
berkembang dan mencapai puncaknya selama masa Dinasti Umayyah. Pada masa belum mengenal sarana propaganda khusus, berpidato
menjadi sarana utama untuk menyebarkan gagasan dan membangkitkan emosi.
Sedangkan puisi pada masa ini berkembang dibawah pengaruh politik. Para penyair
terbagi atas partai politik. Mereka menanamkan puisi dengan mengungkapkan teori
politik baru.
2.2.4. Sastra pada Masa Abbasiyah
Dalam bukunya Philip K. Hitti (2010:358) mengemukakan bahwa periode
Abbasiyah dimulai pada tahun 750M-1258M. Zaman ini tidak hanya ditandai oleh
pesatnya perluasan
pemerintahan Islam ke wilayah-wilayah luar Jazirah Arab, tetapi juga ditandai oleh pesatnya perkembangan peradaban Islam. Pada zaman
itu terjadi perkembangan dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan termasuk bidang kesusastraan.
Berbeda dengan periode
sebelumnya, yakni zaman awal datangnya Islam (622-662 M.) dan zaman Umayyah (662-750 M./ 41-132 H.) yang masing-masing berjalan
dalam waktu kurang dari satu abad,
zaman Abbasiyah berjalan selama lebih dari lima abad. Dalam kurun waktu yang relatif lama itu, telah banyak dihasilkan
karya sastra Arab, baik puisi maupun prosa yang mencerminkan kemajuan dan kemajemukan dilihat dari berbagai
aspeknya.
Pada masa ini, Tujuan pengungkapan sastra dan orientasi syair mengalami
perluasan, menggunakan ungkapan semarak dan indah sarat dengan kata-kata kiasan yang
berirama, singkat, tegas dan sederhana. Begitu juga dalam penulisannya masih mengacu
pada penulisan sastra zaman Jahiliyyah. Akan tetapi bahasa pada masa ini mengalami kemunduran karena asimilasi
bangsa Arab dengan orang asing yang berpengaruh terhadap kualitas kebahasaan
serta sering terjadi kesalahan bahasa. Meskipun demikian Perluasan
wilayah kajian sastra tidak hanya pada
wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya novel, buku-buku
sastra, riwayat dan hikayat (Hitti, 2010: 505)
2.3. Faktor-faktor yang
Mempengaruhi
Interaksi dan
Pencampuran Sastra pada Masyarakat Islam Baru di Jazirah Arab
2.3.1. Masa Jahiliyyah
Ada banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan dan percampuran sastra, akan tetapi yang paling urgen pada masa ini yaitu :
1. Pasar Sastra (al-Aswaq)
Ada dua macam pasar jazirah Arab, yaitu pasar
umum dan pasar khusus atau lokal (mahalliyah), atau pasar luar dan pasar dalam.
Ukaz merupakan pasar yang paling terkenal.
Pasar ini dimulai sejak tanggal 1 sampai tanggal 20 Dzul Qa’dah. Kemudian pasar
Majannah, yang dimulai sejak tanggal 20 sampai dengan tanggal 30 Dzul Qa’dah.
Sedangkan pasar Dzul Majaz
dimulai pada awal bulan Dzul Hijjah sampai dengan tanggal 8, saat hari
tarwiyah, dimana sejak itu ibadah haji besar dimulai. Kemudian pasar Khaibar
yang dilaksanakan setelah musim haji sampai pada akhir bulan Muharram. Pasar Ukaz
terletak di sebelah tenggara kota Mekah, 30 mil dari kota Mekah dan 10 mil
dari Thaif. Pasar ini paling terkenal dan menjadi tempat berkumpul bagi
orang-orang Quraisy, Hawazin, Ghaftan, Khuza’ah, dan ‘Adhal. Al-Idrisi menyebut pasar Ukaz sebagai pasar umum. Pasar Dzul
Majaz dilaksanakan oleh para saudagar sejak awal bulan Dzul Hijjah sampai
pada hari tarwiyah; pasar Majannah dilakukan oleh para saudagar sejak tanggal
20 sampai pada penghujung bulan Dzul Hijjah, yaitu setelah pasar Ukaz berakhir (Wildana
Margadinata dan Laily Fitriani, 2008:81).
Orang-orang Quraisy menghubungkan pasar-pasar tersebut dengan musim
haji besar karena sebagian besar pasar (Ukaz dan Majannah) berdekatan dengan
musim haji. Pasar tersebut merupakan suatu keistimewaan suku Quraisy yang
dilakukan di Mekah karena mereka mendapat kesempatan untuk melakukan jual beli
yang membawa keuntungan yang banyak dan pendapatan yang besar, sehingga untuk
menyelamatkan musim ini, Quraisy dengan sekuat kemampuannya menjadikan
hari-hari itu untuk melindungi para pendatang dan memberikan bantuan yang
pantas bagi mereka. Dan dikarenakan jual beli merupakan penopang kekayaan bagi
orang Quraisy.
Selain itu, pasar-pasar tersebut juga mempunyai peran penting dalam
sastra dan budaya yang dihadiri oleh penyair
kelas menengah dan kelas bawah. Pada waktu itu kecintaan masyarakat Arab
terhadap puisi hampir menjadi sebuah naluriah. Para penyair besar melantunkan
qashidah-qashidah dan puisi mu’allaqatnya dan mendengarkan puisi para penyair
yang terkenal. Begitu juga pasar merupakan tempat diskusi sastra Arab secara
umum, dimana para penyair dan khutaba’ berkumpul dan berlomba-lomba dalam
berpuisi dan berkhotbah (Wildana
Margadinata dan Laily Fitriani, 2008:85).
1. Ayyam al-‘Arab
Salah satu fenomena sosial yang menggejala di Arab
menjelang kelahiran Islam adalah apa yang dikenal dengan sebutan ‘hari-hari
orang Arab’ (ayyam al-Arab). Ayyam al-Arab merujuk pada permusuhan antar suku
yang secara umum muncul akibat persengketaan seputar hewan ternak, padang
rumput, atau mata air. Persengketaan itu menyebabkan seringnya terjadi
perampokan dan penyerangan, dan memunculkan sejumlah pahlawan lokal serta
menghasilkan perang syair yang penuh kecaman di antara penyair yang berperan
sebagai juru bicara setiap pihak yang bersengketa. Meskipun demikian, Ayyam al-Arab
merupakan cara alami untuk mengendalikan jumlah populasi orang-orang Badui,
yang biasanya hidup dalam kondisi kelaparan.
Ayyam al-Arab menjadi media yang cukup efektif
bagi pengembangan tema-tema puisi Arab. Peran penyair dalam peperangan sangat
besar; sebagai motivator atau untuk menjatuhkan lawan secara psikologis dengan
puisi-puisi hija’nya. Puisi-puisi legendaris juga banyak lahir dari medan
perang seperti puisi-puisinya Antarah, Syanfara dan lainnya (Wildana Margadinata dan Laily
Fitriani, 2008:86).
2.3.2.
Masa Shadrul Islam
Faktor- faktor yang mempengaruhi perkembangan dan
percampuran sastra pada masa shadrul Islam
adalah :
1.
Pengaruh al-Qur’an terhadap bahasa Arab
a) Menjaga bahasa Arab dari kemusnahan dan menjamin keabadian bahasa Arab
b) Mempersatukan lahjah Arab dalam lahjah Quraisy
c) Mempersatukan aturan-aturan al-Qur’an dengan menggunakan sebagian
lafad-lafad Islam, seperti mukmin, kafir, munafik, puasa, zakat, dan sebagainya.
d) Mensucikan lafad-lafad dan susunan-susunan al-Qur’an
e) Al-Qur’an sebagai sebab dalam penyebaran bahasa Arab di negara-negara yang
ditaklukkan kaum muslimin
f) Al-Qur’an sebagai sebab dalam perkembangan ilmu bahasa, seperti nahwu,
sharaf dan ilmu-ilmu syari’at seperti tafsir, fiqih dan tauhid
2. Pengaruh hadis terhadap bahasa Arab
a) Para ahli tafsir bersandar pada hadis-hadis Rasul dalam menafsirkan kalamullah dan dalam mengambil hukum syari’ah
b) Menemukan bahasa, baik dari segi pemikiran ataupun lafad-lafad yang baru
c) Terpegaruhnya susunan dan gambaran para ahli pidato dan penulis serta
penyair dengan apa yang mereka salin dari hadis Nabi (Wildana dan laily dalam
al-Maliji,2008:240-241) .
2.3.3.
Masa Umayyah
Berikut
ini diantara faktor-faktor yang mendorong perkembangan dan percampuran sastra Arab
pada masa daulah Umayyah:
1.
Munculnya
partai-partai atau golongan-golongan politik, sehingga setiap golongan atau
partai memiliki penyair yang mendukung dan membela golongan atau partai
politiknya.
2.
Kembalinya
rasa fanatisme kesukuan di antara kaum muslimin pada waktu itu.
3.
Munculnya
persatuan dari sebagian penyair dan puisi sebagai sarana mencari penghidupan.
4.
Persaingan
antara penyair untuk berusaha menjadi penyair paling unggul dan berkulitas,
sehingga mereka mendapat hadiah atau imbalan dari khalifah atau para pemimpin
suatu golongan atau partai politik.
5.
Kehidupan
yang makmur(hedonisme) menyebabkan para penyair merubah jenis puisinya pada
puisi tentang cinta( ghazal), disertai menjamurnya tempat-temapet hiburan(wildana & laily, 2008: 280).
2.3.4.
Masa Abbasiyah
Di masa ini
sastra berkembang pesat karena dilatar belakangi oleh beberapa sebab, antara
lain:
Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan terjadi perkembangan dan percampuran sastra pada
masa dinasti Abbasiyah, yakni:
1. Stabilitas politik,
2. Kemajuan sektor ekonomi (kesejahteraan masyarakat),
3. Berkembangnya sistem pendidikan dan meningkatnya
semangat pengembangan ilmu pengetahuan,
4. Interaksi antar budaya dan peradaban yang semakin
meningkat,
5. Popularitas para sastrawan,
6. Kualitas karya sastra semakin meningkat,
7. Perkembangan variasi genre sastra,
8. Apresiasi masyarakat dan pemerintah yang tinggi
terhadap karya sastra.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Sastra merupakan salah satu bentuk peradaban
yang sangat berpengaruh dalam kehidupan, yang mana sastra sendiri memiliki
pengertian yang berbeda-beda dalam setiap masa. Pada masa Jahiliyyah sastra
mempunyai arti mengajak makan atau undangan ke perjamuan makan, pada
zaman Umayyah, mempunyai pengajaran Sementara pada zaman Abbasiyyah yang
terkenal dengan zaman kebangkitan ilmu pengetahuan, sastra mempunyai arti
pendidikan sekaligus pengajaran atau berarti semua ilmu pengetahuan yang
dihasilkan umat manusia dan juga tata cara yang perlu diikuti dalam suatu
disiplin tertentu.
Ketika masa Jahiliyyah sastra menggambarkan keadaan masyarakat di kala itu,
akan tetapi setelah Islam datang sastra dipengaruhi oleh Al-Quran dan
menciptakan suatu corak baru yang sesuai dengai Islam, sedangkan pada masa
Umayyah sastra dipengaruhi oleh politik begitu juga di masa Abbasiyah terjadi perluasan wilayah kajian sastra yang tidak hanya pada
wilayah syair tetapi juga prosa sehingga memunculkan karya-karya novel,
buku-buku sastra, riwayat dan hikayat.
DAFTAR PUSTAKA
Al Faruqi, Ismail dan Lois Lamya al Faruqi.
1998. Atlas Budaya Islam. Bandung: Mizan
Hitty, Philip K. 2010. History of the Arabs. Jakarta: Serambi
Margadinata, Wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan
Lintas Budaya. Malang: Uin Malang Press
Setiawan, Helmi. 2010. Pengantar Sastra Arab
( Sebuah Catatan Akhir). File word diseminarkan dalam rangka pemberian
materi perkuliahan mahasiswa Bahasa dan Sastra Arab UIN Maliki Malang.
Teeuw. A. 1984. Sastra
dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka
Jaya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar