2 Jun 2013

masyarakat islam baru di jazirah arab ( makkah dan madinah)


Masyarakat Islam Baru di Jazirah Arab (Mekkah dan Madinah)
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas mata kuliah Dirosat Al-Mujtama’at al-Arabiyah

Dosen pembimbing :
M. Anwar Mas’adi M.A. 

                                             Disusun Oleh:
Siti juwairiyah                           (11310003)
Nelly sulastri                             (10310004)
M. Khamim                                         (10310065)
Muhammad Faruq                              (10310059)

JURUSAN BAHASA DAN SASTRA ARAB
FAKULTAS HUMANIORA DAN BUDAYA
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI MAULANA MALIK IBRAHIM MALANG
       2013
 
BAB  I
PENDAHULUAN
1.        Latar Belakang
Kata Islam dalam berbagai derivasi bahasanya memiliki arti tunduk dan patuh. Kemudian Islam menjadi nama sebuah agama baru, agama yang  bertanggung jawab untuk membahagiakan semua umat manusia. Islam mengangkat rasionalitas bangsa Arab dan umat manusia dengan menghapus tradisi watsaniah jahiliyah dalam berbagai macam bentuk seperti perdukunan, sihir, khurafat. membebaskan mereka dari kebodohan dengan mengajak manusia memikirkan segala ciptaan yang ada di bumi dan langit. (Wargadinata dan Fitriyani, 2008: 68).
Setelah Rasulullah dimulyakan oleh Allah dengan nubuwwah dan risalah, kehidupan beliau dapat dibagi menjadi dua fase yang masing-masing memiliki keistimewaan tersendiri secara total, yaitu:
1.      Fase Makkah : berlangsung selama ± 13 tahun
2.      Fase Madinah : berlangsung selama 10 tahun penuh
Masing –masing fase mengalami beberapa tahapan sedangkan masing-masing tahapan memiliki karakteristik tersendiri yang menonjolkannya dari yang lainnya. Hal itu akan tampak jelas setelah kita melakukan penelitian secara seksama terhadap kondisi-kondisi yang dilalui oleh dakwah dalam kedua fase tersebut. (Al-Mubarakfuri, 2001: 80).
Penyebaran Islam pada kedua fase diatas mengalami banyak rintangan dari penduduk Quraisy yang tidak suka kepada Nabi. Banyak kekerasan yang dilakukan orang Quraiys atas perlawanan terhadap Nabi seperti, rencana pembunuhan Nabi, perang badar, penyiksaan terhadap orang muslim dan kampanye –kampanye Madinah.
Adapun pemakalah memilih judul “ Masyarakat Islam Baru di Jazirah Arab (Mekkah dan Madinah)” karena pembahasan pokok disini menjelaskan tentang perjuangan Nabi Muhammad sang utusan terakhir dalam menyebarkan agama Islam di Mekkah dan Madinah. Banyak sekali peristiwa- peristiwa yang dihadapi Rasulullah yang perlu kita tahu ketika beliau menghadapi orang Arab Mekkah- Madinah. Oleh karena itu pemakalah membahas tentang bagaimana kondisi masyarakat Mekkah ketika mengetahui agama baru yang bertolak belakang dengan agama mereka sebelumnya.Begitu juga dengan periode Madinah, pemakalah akan membahas tentang bagaimana kondisi masyarakat Madinah ketika Islam datang dan peristiwa apa saja yang dihadapi Nabi ketika penyebaran Islam.

2.        Rumusan  Masalah
Sesuai dengan deskripsi singkat dalam latar belakang di atas, dapat ditegaskan dalam makalah ini rumusan masalahnya sebagaimana berikut:
1. Perkembangan masyarakat arab pada masa Islam
2. Kondisi masyarakat Islam Mekkah
3. Kondisi masyarakat Islam Madinah

3.        Tujuan
1.    Mengetahui perkembangan masyarakat Arab di masa Islam
2.    Mengetahui kondisi masyarakat Islam Mekkah
3.    Mengetahui kondisi masyarakat Islam Madinah
BAB II
PEMBAHASAN
2.1  Perkembangan Masyarakat Arab di Masa Islam
Kedatangan Nabi Muhammad Saw. Benar-benar menjadi ujian terberat bagi bangsa Quraisy dan Arab pada umumnya. Ajaran yang dibawa Nabi Muhammad Saw. Benar-benar bertolak belakang bagi ajaran dan tradisi hidup mereka sehari-hari. Ajaran Islam tidak hanya memporak-porandakan ajaran dan tradisi Arab bahkan membaliknya 180 derajat, menyerang tradisi jahiliyyah dan membangun tata sosial yang sangat asing bagi tradisi dan rasionalitas Arab sebelumnya. Kebenaran, kepahlawanan dan kedermawanan yang berlebih-lebihan bahkan menjurus kepada kehancuran, loyalitas buta kepada kabilah, kekejian dalam balas dendam, baik dengan perkataan maupun dengan perbuatan merupakan tindakan yang sangat terpuji pada zaman jahiliyah. Sementara Islam datang dengan tradisi dan ajaran baru yang sebaliknya. Islam menjadikan kepatuhan dan ketundukan kepada Allah sebagai dasar dan contoh ajaran yang tertinggi, kesabaran, qanaah dan rendah hati, menghindari kemewahan yang berlebih-lebihan dan menghindari kesombongan. (Wargadinata dan Fitriani, 2008: 67).
Dakwah Nabi Muhammad berada dalam 2 tempat strategis, Mekkah dan Madinah. Awal dakwah Nabi Muhammad bisa dikatakan penuh tantangan dan duri, namun keteguhannya menyingkirkan itu semua. Hal ini terbukti dengan banyaknya cara yang digunakan Nabi untuk meyakinkan para penduduk Mekkah terhadap ajaran yang dibawanya- Islam. Mulai dari cara person to person yang menghasilkan kader-kader profesional dimasa mendatang identik dengan dakwah bil sirri sampai memberikan dakwah bil jahri yang berdampak pada perjanjian atau baiat baik aqobah I dan II yang merupakan alasan mendasar terjadinya hijrah Nabi ke Madinah. Dalam pembahasan ini akan diketahui pola atau strategi dakwah Nabi hingga berhasil menciptakan negara Islam yang baldatun thoyyibah di Madinah. (Abu Bakar, 2008: 13-14).
Sebelum kedatangan Islam yang dibawa oleh Muhammad SAW, di dunia Arab terdapat bermacam agama, yaitu paganisme, Kristen, Yahudi, dan Majusi. Menurut Nurcholis Madjid, masyarakat Arab telah mengenal agama tauhid semenjak kehadiran Ibrahim alaihissalam. Bekas-bekas agama Ibrahim masih tersisa ketika Islam diperkenalkan pada masyarakat Arab. Bekas yang masih sangat terasa adalah penyebutan Allah sebagai Tuhan mereka. Secara fisik peninggalan Ibrahim dan Ismail yang masih terpelihara adalah Baitullah atau Kakbah yang berada di pusat Kota Mekah. Kegiatan ritual keagamaan masih dilakukan dengan menyebut-nyebut nama Allah di sekitar rumah-Nya.
            Dalam sejarah dicatat bahwa menjelang kelahiran Islam, bangsa Arab masih menempatkan Allah sebagai Tuhannya walaupun dalam perkembangan berikutnya mengalami proses pembiasan yang mengakibatkan terjadinya pengingkaran prinsip tauhid. Pada umumnya mereka menjadikan berhala sebagai sesuatu yang sangat dekat dengan mereka, yang menentukan kehidupan mereka. Karena itu, mereka biasa disebut sebagai penyembah berhala atau paganisme. Penyembahan berhala ini, pada mulanya terjadi ketika orang-orang Arab pergi ke luar kota Mekah. Mereka selalu membawa batu yang diambil dari sekitar Kakbah. Mereka menyucikan batu dan menyembahnya dimana pun mereka berada. Lama-kelamaan dibuatlah patung yang terbuat dari batu untuk disembah dan orang-orang mengelilinginya (thawaf). Kemudian mereka memindahkan patung-patung itu dan jumlahnya mencapai 360 buah dan diletakkannya di sekitar Kakbah ( Munthoha, 1998 : 21-22).
            Demikianlah keadaan bangsa Arab menjelang kelahiran Nabi Muhammad SAW. yang membawa Islam di tengah-tengah bangsa Arab. Masa itu biasa disebut dengan zaman Jahiliah, masa kegelapan dan kebodohan dalam hal agama, bukan dalam hal lain seperti ekonomi dan sastra karena dalam dua hal yang terakhir ini bangsa Arab mengalami perkembangan yang sangat pesat (Amin, 2009 :63). Di sinilah beliau memulai untuk menegakkan tonggak ajaran Islam, di tengah-tengah lingkungan yang sudah bobrok dan penuh kemaksiatan. Meskipun diwarnai dengan berbagai rintangan yang terus mendera. Namun, beliau tetap teguh dalam menyebarkan agama baru, yakni agama Islam kepada masyarakat Arab ketika itu. Nabi Muhammad SAW lahir pada tanggal 12 Rabiul Awwal atau 20 April 571 M (Amin, 2009 :64). Tahun ini disebut juga dengan Tahun Gajah karena pada tahun tersebut terjadi penyerangan terhadap ka’bah yang dilakukan oleh Raja Abrahah dari Yaman (Fu’adi, 2011 : 2).
            Di tengah perilaku sehari-hari dan keberagaman yang menyimpang dari prinsip tauhid yang pernah diajarkan Ibrahim alaihissalam, hadirlah cahaya baru, yaitu Islam, yang dibawa Muhammad SAW (Munthoha, 1998 : 25). Muhammad SAW memulai tugasnya membina peradaban Islam dalam lingkungan budaya bangsa Arab, dimana beliau dilahirkan. Namun, sebagai Rasul terakhir, tugasnya bukan hanya terbatas “meng-Islamkan peradaban atau budaya bangsa Arab” semata, melainkan mencakup seluruh umat manusia (rahmatan lil ‘alamin).
Terdapat beberapa faktor yang melatar belakangi pembinaan peradaban Islam, yaitu :
1. Faktor Historis
            Bangsa Arab adalah keturunan Ibrahim dari anaknya Ismail AS. Oleh karena itu, peradaban bangsa Arab dimana Muhammad SAW hidup, adalah peradaban warisan nenek moyangnya, Ibrahim AS. yang merupakan salah seorang peletak dasar dan pembina peradaban Islam.
            Di antara unsur peradaban warisan Ibrahim yang masih nampak ada dalam sistem dan lingkungan budaya bangsa Arab adalah Ka’bah. Ka’bah sebagai pusat kehidupan dan peradaban Islam sejak zaman Ibrahim, masih tetap ada dan dipelihara dalam lingkungan budaya bangsa Arab, tetapi ciri-ciri keislamannya telah pudar dan bahkan telah diliputi oleh praktik-praktik yang menyimpang dari kemurniannya. Intisari warisan peradaban Ibrahim dengan ka’bah sebagai pusat pengembangannya , adalah ajaran tauhid, walaupun pada masa akan datang kemurniannya diselimuti praktik-praktik kemusyrikan, ia masih membalas secara lekat pada kepercayaan orang Arab, diantaranya yang terpenting adalah kepercayaan mereka bahwa “Allah Pencipta alam semesta”, bahkan menjelang kelahiran Islam, di tengah-tengah masyarakat mencari dan mengikuti ajaran monoteisme Nabi Ibrahim, Hanifiyah. 
2. Faktor Geografis
            Secara geografis, letak tanah Arab sangat strategis, berada pada pusat dunia. Jazirah Arab terbuka ke segala penjuru dunia, baik melalui daratan maupun lautan. Melalui daratan, Jazirah Arab terbuka dari tiga benua besar (Asia, Afrika, dan Eropa), dan terbuka pula benua-benua lainnya melalui jalan laut. Letak yang strategis mendukung peradaban Islam yang dibina oleh Muhammad SAW dalam lingkungan budaya bangsa Arab, sehingga sangat memungkinkan untuk dapat dengan cepat menyebar ke seluruh bangsa-bangsa yang ada di sekelilingnya, dan selanjutnya merambah ke seluruh penjuru dunia. Bila demikian halnya, misi rahmatan lil ‘alamin benar-benar dapat terealisir.
3. Faktor Politik
            Dunia Arab pada masa itu, secara politis senantiasa menjadi rebutan pengaruh antara tiga kekuatan negara besar yang ada di sekitarnya, yaitu Romawi, Persi, dan Abessenia. Ketiganya secara silih berganti menguasai dunia Arab, sehingga dengan sendirinya kehidupan politik di dunia Arab banyak dipengaruhi oleh ketiga kerajaan besar tersebut. Keberadaan yang demikian ini membuat bangsa Arab pada saat itu tidak memiliki kekuatan dan kekuasaan politis secara mandiri, dalam arti pemerintahan pusat yang besar. Kekuasaan politik berada pada kepala suku yang ada, yang sering terjadi pertentangan peperangan di antara mereka, dan sering pula dimanfaatkan oleh kekuatan besar (diadu domba) untuk menanamkan pengaruh/kekuasaan mereka masing-masing.
            Karena situasi politik yang demikian, maka ketika Muhammad datang dengan misi pembaharuan, mereka tidak dapat memberikan perlawanan yang berarti, sebab sewaktu ada kabilah yang menentangnya, dengan mudah Muhammad SAW segera mendapat bantuan dari kabilah lainnya yang menjadi musuh kabilah yang memusuhi Muhammad SAW tersebut. Keadaan demikian, ternyata merupakan kondisi yang menguntungkan bagi pembentukan kekuatan politik yang kemudian mampu mempersekutukan bangsa Arab, yang semula saling bermusuhan antara kabilah-kabilahnya, menjadi satu kekuatan politik dan budaya Islam yang dibina oleh Muhammad SAW, yang akhirnya mempermudah terjadinya kontak budaya dengan bangsa-bangsa di sekitarnya dan kemudian dengan lancar menyebar ke seluruh penjuru dunia.
4. Faktor Kehidupan Sosial Budaya
            Kota Makkah, sebagai tempat kelahiran Muhammad SAW dan sekaligus sebagai tempat pertama Muhammad SAW menyampaikan ajaran Islam, dimana terdapat ka’bah sebagai lambang dan pusat kehidupan sosial budaya bangsa Arab, juga merupakan pusat kehidupan perdagangan atau perekonomian dan sosial budaya umumnya pada masa itu. Makkah telah menjadi kota terbuka, menempati jalur perhubungan antara wilayah utara dan selatan. Suatu kebiasaan penduduk Makkah, adalah berniaga ke Syiria (wilayah utara) di musim panas dan ke Yaman (wilayah selatan) di musim dingin. Kebiasaan tersebut, ternyata merupakan kondisi strategis yang dapat mempercepat pengembangan dan pembudayaan Islam di dalam lingkungan budaya bangsa Arab secara merata.
            Di samping itu, bangsa Arab juga memiliki keahlian dalam bidang sastra dengan para penyair yang terkenal. Mereka sangat menghargai syair-syair yang indah dan para penyair pun dihormati demi menjadi kebanggaan masyarakat. Situasi budaya demikian, tentunya sangat mendukung bagi tumbuh suburnya peradaban Islam yang bersumber pada al-Qur’an, kitab suci yang memiliki nilai sastra dan syair-syair bangsa Arab. Selanjutnya, kebiasaan dan kekuatan daya hafalan mereka luar biasa atas syair-syair Arab, walaupun sebagian besar mereka belum pandai baca tulis, membuat keaslian al-Qur’an terpelihara secara baik.
5. Faktor Kehidupan Keagamaan
            Dalam bidang keagamaan bangsa Arab telah mewarisi ajaran tauhid Ibrahim nenek moyang mereka, dengan ka’bah sebagai pusat kehidupan keagamaan. Di samping itu, sebagian suku ada yang memeluk agama Yahudi dan Nasrani, yang pada hakikatnya juga merupakan warisan ajaran Ibrahim AS. Sungguhpun, ajaran keagamaan (tauhid) warisan Ibrahim tersebut telah diselimuti oleh praktik-praktik kemusyrikan, penyimpangan dari ajaran tauhid yang sebenarnya, namun hal itu dapat dijadikan dasar dan tempat pijakan Muhammad SAW untuk membudayakan Islam di lingkungan budaya bangsa Arab, sebab antara keduanya memiliki titik temu yaitu ajaran Tauhid. Dengan demikian fungsi Muhammad SAW tak lain hanyalah untuk meluruskan kembali dan sekaligus menyempurnakan ajaran-ajaran agama yang telah ada tersebut (Fadil, 2008 : 88-92).

2.2 Kondisi Masyarakat islam Mekkah
Dalam sejarah Peradaban Islam, sejarah hidup Nabi Muhammad SAW biasanya dibedakan menjadi dua, yaitu ketika Nabi Muhammad menjalani hidupnya di Mekkah dan di Madinah. Sejarah hidup Nabi ini selain dikaji dalam bidang sejarah, kerap kali  mendapatkan perhatian dibidang disiplin lain seperti studi al-Qur’an. Situasi dan kondisi yang dihadapi Nabi Muhammad menjadikan perbedaan tema-tema sentral dalam ajaran Islam melalui wahyu yang diterima Rasulullah. (Fu’adi, 2011: 1). Menjelang usia 40 tahun Nabi Muhammad mulai bertafakur dan memisahkan diri dari masyarakat. Setiap malam beliau melakukan perenungan di Gua Hira di Jabal Nur di pinggiran kota Mekkah. Pada suatu malam tanggal 17 Ramadhan tahun 611 M, malaikat jibril datang   menyampaikan wahyu pertama: “Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaran kalam, Dia mengajar kepada manusia apa yang tidak diketahuinya”.  Setelah wahyu pertama turun malaikat Jibril tidak datang lagi dalam beberapa lama, sedangkan Nabi Muhammad menunggunya dan selalu datang ke gua Hira’. Disaat penantian itulah turun wahyu yang berbunyi “Hai orang yang berkemul (berselimut),  bangunlah, lalu berilah peringatan, dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah, dan janganlah kamu memberi (dengan maksud) memperoleh (balasan) yang lebih banyak, dan untuk (memenuhi perintah) Tuhanmu, bersabarlah”. Dengan turunya perintah tersebut, Rasulullah mulailah berdakwah.
Ajaran Nabi Muhammad disamping berhadapan dengan agama politeisme yang telah membakar kuat juga harus melawan oposisi dari pemerintah oligarki bukanlah ajaran baru bagi masyarakat pada waktu itu. Hal ini terbukti dengan banyaknya kesamaan esensi dalam hal ibadah, misalnya dalam hal puasa dan shalat. Kesamaan ritual inilah yang menjadi salah satu penyebab ketertarikan masyarakat Mekkah terhadap ajaran Nabi, meskipun oleh sebagian kelompok masyarakat ajaran Nabi Muhammad dianggap merusak tatanan masyarakat. (Abu Bakar, 2008: 14). Fase Mekkah dapat dibagi menjadi tiga tahapan: 1) tahapan dakwah sirriyah yang  berlangsung selama tiga tahun 2) tahap dakwah jahriyyah dari tahun permulaan keempat kenabian hingga Rasulullah hijrah ke Madinah 3) tahapan dakwah diluar Mekkah dan penyebarannya dikalangan penduduknya, dari penghujung tahun kesepuluh kenabian yang juga mencakup fase Madinah dan berlangsung hingga akhir hayat Rasulullah.(Mubarakfuri, 2001: 80).
Setelah dakwah terang-terangan, pemimpin Quraisy mulai berusaha menghalangi dakwah Rasulullah. Semakin bertambahnya jumlah pengikut Nabi, semakin keras tantangan dilancarkan kaum Quraisy. Menurut Ahmad Syalabi, ada lima faktor yang mendorong orang Quraisy menentang seruan islam itu. (1) mereka tidak dapat membedakan antara kenabian dan kekuasaan. Mereka mengira bahwa tunduk kepada seruan Muhammad berarti tunduk kepada kepemimpinan Bani Abdul Muthalib. (2) Nabi Muhammad menyerukan persamaan hak antara bangsawan dan hamba sahaya. Hal ini tidak disetujui  oleh kelas bangsawan Quraisy. (3) Para pemimpin Quraisy  tidak dapat menerima ajaran tentang kebangkitan kembali dan pembalasan di akhirat. (4) Taklid kepada nenek moyang adalah kebiasaan yang berurat berakar pada bangsa Arab. (5) Pemahat dan penjual patung memandang islam sebagai penghalang rejeki.
Banyak  cara yang ditempuh para pemimpin Quraisy untuk mencegah dakwah Nabi Muhammad. Pertama-tama mereka mengira bahwa, kekuatan Nabi terletak pada perlindungan dan pembelaan Abu Thalib yang amat disegani itu. Karena itu mereka menyusun siasat bagaimana melepaskan hubungan nabi dengan Abu Thalib dan mengancam dengan mengatakan: “kami meminta anda memilih satu diantara dua: memerintahkan Muhammad berhenti dari dakwahnya atau anda menyerahkannya kepada kami. Dengan demikian, anda akan terhindar dari kesulitan yang tak diinginkan.”Tampaknya, Abu Thalib cukup terpengaruh dengan ancaman tersebut, sehingga ia mengharapkan Muhammad menghentikan dakwahnya. Namun, Nabi menolak dengan mengatakan: “Demi Allah saya tidak akan berhenti memperjuangkan amanat Allah ini, walaupun seluruh anggota keluarga dan sanak saudara akan  mengucilkan saya.” Abu Thalib sangat terharu mendengar jawaban kemanakannya itu, kemudian berkata:”Teruskanlah, demi Allah aku akan terus membelamu”.
Merasa gagal dengan cara ini, kaum Quraisy kemudian mengutus Walid ibn Mughirah dengan membawa Umarah ibn Walid, seorang pemuda yang gagah dan tampan, untuk dipertukarkan dengan Nabi Muhammad. Walid bin Mughirah berkata kepada Abu Thalib:” Ambillah dia menjadi anak saudara, tetapi serahkan Muhammad kepada kami untuk kami bunuh.” Usul ini langsung ditolak keras oleh Abu Thalib. Untuk kali berikutnya, mereka langsung kepada Nabi Muhammad. Mereka mengutus Utbah ibn Rabiah, seorang ahli retorika, untuk membujuk Nabi. Mereka menawarkan tahta, wanita, dan harta asal Nabi Muhammad bersedia menghentikan dakwahnya. Semua tawaran itu ditolak Muhammad dengan mengatakan: “Demi Allah, biarpun mereka meletakkan matahari ditangan kananku dan bulan ditangan kiriku, aku tidak akan berhenti melakukan ini, hingga agama ini menang atau aku binasa karenanya”.(Yatim, 2008: 20-22).
Ketika pengikut-pengikut baru, kebanyakan dari kalangan budak dan kelas bawah, mulai menambah jumlah barisan orang-orang beriman, masyarakat dan pemuka suku Quraisy menganggap bahwa olok-olok dan makian yang selama ini mereka lontarkan ternyata tidak berpengaruh apa-apa. Karena itu mereka mulai menempuh jalan kekerasan. Tindakan itu memaksa sebelas keluarga Mekkah bermigrasi ke Abissinia dan diikuti kemudian oleh sekitar 83 orang lainnya pada 615. Salah seorang migran yang paling terhormat adalah Utsman ibn Affan. Para migran itu memperoleh suaka didaerah kekuasaan Najasi yang beragama Kristen, yang dengan tegas menolak mengembalikan orang-orang beriman itu ke tangan para penindas mereka. Tanpa getar sedikit pun, Muhammad menjalani masa-masa kelam penyiksaan yang telah merengut banyak nyawa pengikutnya. Ia bersikukuh untuk melanjutkan risalahnya, dan secara persuasif berhasil mengubah para penyembah banyak tuhan palsu menjadi penyembah Tuhan Yang Maha Esa yaitu Allah.
Tidak lama kemudian Umar ibn al-Khatab, yang kelak ditakdirkan memainkan peranan penting dalam pembangunan pemerintahan Islam, masuk Islam. Sekitar tiga tahun sebelum hijrah, Khadijah meninggal dunia, dan tidak berapa lama kemudian disusul oleh pamanya, Abu Thalib yang meskipun tidak sempat memeluk Islam, tetap setia membela anak saudaranya itu hingga akhir hayatnya. Dalam masa pra-hijrah ini juga terjadi sebuah peristiwa dramatis, yaitu isra’ perjalanan di malam hari, ketika Nabi diperjalankan secepat kilat dari Ka’bah ke Yarusalem, lalu naik ke langit ketujuh (mi’raj). (Hitti, 2010: 142-143).

Kronologi kehidupan dan aktivitas nabi yang dikutip dalam buku Atlas Budaya Islam dapat dilihat sebagai berikut:
Tahun
Aktivitas
Tahun
Aktivitas
570 M
Abrahah menyerang mekkah”Tahun Gajah’’ ayah nabi ‘Abdullah,wafat.
Muhammad lahir (20 April).
605
Muhammad membantu membangun kembali Ka’bah.
570-575
Muhammad disuh oleh Halimah dan tinggal di Banu Sa’d.
Persia menaklukan Yaman.
Pengusiran orang Kristen Abyssinia.
610
Menjadi nabi (juni). Awal turunnya Al-Qur’an.
Khadijah, Ali, dan Abu bakar menerima islam.
575-
Orang kristen di Yaman dikejar-kejar Raja yahudi Dzu Nuwas.
613
Awal dakwah islam padaa masyarakat mekkah.
Konfrontasi dengan orang mekkah.
575-597
Kekuasaan Persia di yaman.
615
Hamzah masuk islam.
Hijrah pertam ke Abyssinia.
Umar masuk islam.
576
Wafatnya Aminah ibu Nabi.
616
Biokot masyarakat terhadap Banu Hasyim.
578
Wafatnya kakek Nabi
617
Hijrah kedua ke Abyssinia.
580-590
Perang Fijjar.
619
Wafatnya Abu Thalib dan wafatnya Khadijah.
Muhammad mencari perlindungan suku dan berdakwah di Tha’if.
582
Perjalanan pertama Muhammad ke Syria.
620
Muhammad bertunangan dengan Aisyah binti abu Bakar.
Orang-orang Aws dan Khazraj dari Yasrib masuk islam untuk pertama kali.
586
Muhammad bekerja untuk Khadijah.
621
Pertemuan pertama Al-Aqobah.
Isra’ dan Mi’raj
595
Perjalanan Muhammad ke Syria.
Menikah dengan Khadijah.
622
Pertemuan kedua Al-Aqobah.
Percobaan pembunuhan terhadaap nabi oleh orang-orang Mekkah.


Sekitar 620, beberapa orang Yatsrib, kebanyakan berasal dari suku khazraj, menemui Muhammad pada festival Ukaz dan merasa terkesan oleh setiap perkataannya. Dua tahun kemudian, utusan yang berjumlah sekitar 75 orang menyangundangnya untuk tinggal di Yatsrib (Madinah), dengan harapan ia bisa mendamaikan suku Aws dan Khazraj yang selalu bermusuhan. Di Madinah , orang-orang Yahudi, yang sedang menunggu datangnya seseorang juru selamat, nyata-nyata telah mendorong rekan sebangsa mereka yang masih kafir untuk berpihak pada orang yang mengaku sebagai Nabi, seperti Muhammad. Setelah gagal dalam dakwahnya di Thaif dan di tempat kelahirannya. Muhammad mengizinkan 200 pengikutnya untuk menghindari kekejaman Quraisy dan pergi diam-diam ke Madinah; ia sendiri pergi menyusul dan tiba disana pada 24 september 622. Kejadian itu dikenal dengan sebutan hijrah bukan sepenuhnya sebuah “pelarian”, tapi merupakan rencana perpindahan yang telah dipertimbangkan secara seksama selama sekitar dua tahun sebelumnya. Tujuh belas tahun kemudian, Khalifah Umar menetapkan saat terjadinya peristiwa hijrah sebagai awal tahun Islam atau tahun Qomariyah (yang dimulai 16 juli). (Hitti, 2010: 145).  

2.3    Kondisi Masyarakat Islam Madinah
2.3.1. Pembentukan Negara Madinah
            Setelah tiba dan diterima penduduk Yastrib ( Madinah ), nabi resmi menjadi pemimpin kota itu. Babak baru dalam sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekkah, periode Madinah merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat benyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain, dalam diri Nabi terkumpul dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan duniawi. Kedudukannya sebagai rosul merupakan kepala negara. ( Yatim, 2008:25-26 ).
Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan masyarakat banyak turun pada periode ini, seperti shalat, puasa, zakat, dan haji. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru ini Nabi meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat. Pertama, pembangunan masjid, selain untuk tempat shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusyawarah merundingkan masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa Nabi bahkan juga berrfungsi sebagai pusat pemerintahan.
Dasar kedua, adalah Ukhuwwah Islamiyyah, persaudaraan sesama Muslim. Nabi mempersaudarakan antara golongan Anshor dengan golongan Muhajirin , dengan demikian, diharapkan , setiap Muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan kekluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah berarti menciptakan suatu persaudaraan yang baru, yaitu persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak–pihak lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, dismping orang-orang Arab Islam, juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan  orang – orang Arab yang menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat  dapat diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan katan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan beragam orang – orang Yahudi sebagai suatu komunitas yang dikeluarkan. Setiap golongan masyarakat memilik hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan. Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan musuh.(Yatim, 2008:26).

2.3.2. Faktor – faktor yang mempengaruhi pengikut Nabi di Madinah
            Dakwah Nabi pada penduduk Madinah tergolong sangat singkat bila dibandingkan dengan dakwah pada periode Mekkah yang berlangsung selama 10 tahun. Namun demikian, Nabi berhasil memperoleh pengikut yang lumayan banyak. Banyaknya pengikut dari Madinah bisa jadi disebabkan faktor-faktor berikut :
1. Penduduk negeri itu lebih dekat pada agama Samawi karena senantiasa mendengar dari orang orang Yahudi yang ada disana tentang Allah, wahyu dan hari berbangkit, surga dan neraka.
2. Menurut Ibnu Hisyam, bahwa di Yastrib terus menerus terjadi peperangan antara Yahudi dengan Arab. Apabila orang Arab menang, maka orang Yahudi berkata, telah dekat masanya bahwa Nabi yang bertemu dalam kitab kami akan diutus oleh Tuhan. Apabila ia telah diutus Tuhan kami akan mengikutinya dan kami akan mendapatkan kemenangan atas kamu .
3. Fi Yastrib terjadi perselisihan antara kaum Aus dan Khazraj. Masing masing mencari seorang yang dapat memersatukan kembali agar menjadi kaum yang kuat . ( Abu Bakar , 2008 : 18 )

Keberhasilan tersebutah yang memantapkan keputusan Nabi untuk hijrah ke Madinah yang sekaligus mampu merubah wajah dunia pada masa itu. Banyaknya pengikut ajaran Nabi merupakan satu-satunya alasan untuk Hijrah ke Madinah sehingga diyakini dapat menerapkan ajaran Islam secara utuh. Keputusan hijrah Nabi bisa jadi bukan hanya untuk menghindarkan diri dari banyaknya tekanan yang diperoleh, namun juga untuk mencari massa sehingga dapat digunkan untuk mendirikan suatu negara yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai tameng  atau sebuah benteng pertahanan .
Hijrah Nabi ke Madinah setidaknya membentuk 3 kelompok masyaraat,  yaitu :
1. Muhajirin, orang yang berpindah dengan membawa agama mereka dari Mekkah ke Madinah
2. Anshar, penduduk Madinah asli yang telah memeluk agama Islam
3. Yahudi, sisa–sisa Bani Israel dan orang–orang Arab pemeluk agama Yahudi. ( Abu Bakar, 2008 : 19 )
Beberapa faktor lain penunjang keberhasilan Nabi membentuk Ummah di Madinah adalah sebagai berikut :
1. Ide-ide yang diajarkan Nabi adalah ajaran yang benar yang sesuai dengan kodrat manusia dan berlaku untuk semuaa ummat manusia.
2. Kepribadian dan kepemimpinan beliau.
3. Patisipasi para sahabat yang rela mnegorbankan harta dan nyawa demi agama baru yaitu Islam. ( Abu Bakar, 2008 : 23 ).

2.3.3. Perubahan Positif Masyarakat Islam Madinah setelah datangnya Nabi
            Adapun bukti keberhasilan beliau setidaknya terlihat dari perubahan yang terjadi sebelum dan sesudah islam seperti dibawah ini :
No
Sebelum Islam
Sesudah Islam
1
Dari mata pedang
Ke jalan damai
2
Dari kekuasaan
Ke undang – undang
3
Dari balas dendam
Menggunakan hukum qisashs
4
Dari serba halal
Mengedepankan kesucian
5
Dari sifat suka merampas
Dipenuhi dengan rasa kepercayaan
6
Dari sifat suka
mengasingkan diri
Menjadi satu keluarga Islam dan mampu mengalahkan Romawi dan Persia
7
Kehidupan kesukuan
Adanya tanggung jawab pribadi
8
Dari penyembah berhala
Berperang pada hakikat tauhid
9
Memandang rendah wanita
Memuliakan wanita
10
Tatanan sosial dipengaruhi
Sistem kasta
Mengedepankan persamaan

            Ke – 10 perubahan diatas lebih banyak didominasi oleh perubahan tatanan sosial masyarakat. Tatanan masyarakat yang dibentuk Nabi merupakan modal penting bagi perkembangan Islam di masa selanjutnya yang semua itu dibangun dengan asas-asas sebagai berikut :
1.      Al Ikho ( persaudaraan )
2.      Al Musawamah ( persamaan )
3.      Al Tasamuh ( Toleransi )
4.      Musyawarah
5.      Al Mu’awanah
6.      Al Adalah
Keenam asas di atas sangat membantu pada proses pembentukan ummah Islam untuk pertama kalinya yang seara tidak langsung menjadi pondasi bagi pembentukan masyarakat Islam selanjutnya.  Namun demikian keberhasilan dakwah Nabi di Madinah bukanlah tampa hambatan, ini terbukti dengan adanya peprangan yang terjadi demi untuk meluaskan dakwah Nabi.
Turunnya ayat tentang peperangan bukan berarti Islam mengajarkan kekerasan, dibolehkannya perang hanyalah untuk mempertahankan diri atau membela diri dari usaha kaum Quraisy dan sekutunya yang ingin melenyapkan Islam. Dengan kata lain, adanya tindakan kekerasan dalam hal ini perang – pada masa Nabi disebabkan 2 hal :
1.      Untuk berjaga-jaga dari setangan musuh yang dapat menggenggu kelangsungan dakwah Islam
2.      Membuat perjanjian damai dan melakukan dakwah Islam di kalangan kabilah yang berbatasan langsung dengan Madinah. ( Abu Bakar, 2008 : 24 )
Berkaitan dengan peperangan, maka akan dikenal sebagai Sariyah dan Ghazwah. Adapun jumlah dari sariyyah dan ghazwah sangatlah banyak namun tidak semuanya wajib kita ketahui, mungkin ada beberapa yang perlu kita ketahui diantaranya :
a.       Perang Badar
b.      Perang Uhud
c.       Perang Khandaq
d.      Perang Mu’tah
e.       Fathh Makkah
f.       Perang Hunain dan
g.      Perang Tabuk. ( Abu Bakar, 2008 : 25 )

2.3.4. Wafatnya Nabi Muhammad saw
            Usia Nabi Muhammad dikala itu, di tahun ke- 10 dalam periode Madinah, tepatnya tahun 832 Hijriyah adalah 63 tahun. Di tahun itu Nabi melaksanakan ibadah haju, berziarah ke Tanah Haram. Jamaah haji yang dipimpin oleh Nabi terdiri dari 124.000 muslimin Madinah. Bisa kita bayangkan betapa besar logistik yang harus disiapkan oleh rombongan. Namun bagi Nabi Muhammad sendiri perjalanan haji tersebut merupakan haji pertama dan terakhir, karena pada musim haji tahun berikutnya Nabi telah wafat dalam usia 63 tahun. Itu sebabnya dalam sejarah dicatat haji tersebut merupakan Haji Wada atau Haji Pamitan, yang dilakukan oleh Nabi kepada umat Islam .
            Pada tahun itu pula Nabi melakukan khutbah yang tersohor sebagai Khutbah Wada’ , yang dilakukan di Padang Arafah. Antara lain Nabi menyampaikan sebuah ayat sebagai pesan terakhir tentang Islam, yang tertulis dalam Surat Al Maidah ayat 3 :
أليوم أكملت لكم  دينكم و أتممت عليكم نعمتى و رضيت لكم الإسلام دينا ( المئدة : 3 )    
“ Hari ini ( Hari Arafah )  aku telah menyempurnakan bagimu agamamu , dan telah Aku    tuntaskan naikmatKu dan aku ridlho Islam menjadi agama bagimu.
            Jamaah yang hadir pada saat itu merasakan haru yang mendalam mendengarkan khutbah tersebut. Mereka merasakan bahwa Nabi telah mendapat firasat tentang akan berakhirnya masa kenabian . Sesekembali rombongan haji itu ke Madinah Nabi jatuh sakit di bulan Safar, jadi sekitar tiga bulan sejak bulan Dzulhijjah atau Bulan Haji. Setelah menderita sakit selama sati sampai dua bulan, tepat di hari Senin, bulan Rabiul Awwal 833 Hijriyah , pada tahun ke – 11 hijriyah, wafatnya Nabi Muhammad Saw. Dipangkuan Aisyah, istri tercinta. ( Abu Su’ud, 2003 : 53 ).

 
DAFTAR PUSTAKA
Abu Bakar, istianah. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Malang:  UIN Malang Press.
Al – Faruqi, Ismail R dan Lois Lamya Al-Faruqi. 1998. Atlas Budaya Islam. Bandung: Penerbit Mizan.
Amin, Samsul Munir. Sejarah Peradaban Islam, Jakarta : Amzah, 2009.
Fuadi, imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
Hitti , philip K. 2010. History Of The Arab. Jakarta: Serambi Ilmu Semesta .
Munthoha, dkk. Pemikiran & Peradaban Islam, Yogyakarta : UII Press, 1998.
SJ, Fadil. Pasang Surut Peradaban Islam dalam Lintasan Sejarah, Malang : UIN Malang Press, 2008.
Su’ud, abu. 2003. Islamologi Sejarah Ajaran dan Peranannya dalam Peradaban Umat Manusia. Jakarta: Rineka Cipta.
Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri, syaikh. 2001. Perjalanan Hidup Rasul yang Agung Muhammad Dari Kelahiran Hingga Detik-detik Terakhir. Jakarta: Mulia Sarana Press .
Wargadinata, wildana dan Laily Fitriani. 2008. Sastra Arab dan Lintas Budaya. Malang: UIN Malang Press .
Yatim, badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: RajaGrafindo Persada.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar